HEADLINE NEWS

Bertemu Burhan di Pasar Malam Wellington

By On September 02, 2017

Pengusaha Muda Di New Zealand Asal Jeneponto Sulawesi Selatan
Namanya Burhan. Asal Jeneponto, Sulawesi Selatan. Pria bertubuh gempal itu sudah sepuluh tahun tinggal di Wellington, Ibukota New Zealand. 

Burhan migran ke Wellington untuk sekolah masak. Lulus pendidikan ia pun mengadu nasib dirantau dengan bekal keahlian memasak. 

Burhan boleh dibilang pejuang kehidupan yang berhasil dirantau. Dia ke New Zealand tembak langsung dari Makassar. Tidak seperti kebanyakan perantau Makassar yang ke mancanegara memerlukan "latihan" dulu di Jakarta. 

Kini dia sudah memiliki tiga gerai kuliner di kota ini. Di luar food truck yang saban Sabtu dan Minggu mangkal di Pasar Malam Wellington di Cuba Street.

Sabtu (2/9) sore ketika berjalan-jalan di kawasan itu dengan Dubes RI untuk New Zealand, Tantowi Yahya tidak sengaja ketemu Burhan sedang menunggui Garuda Food Truck, miliknya. Dubes kita dengan Burhan sudah saling mengenal sebelumnya. Dubes Tantowi pernah cerita tentang kiprah Burhan ini. 

Nah! Pas ketemu, Dubes pun mengenalkan kepada saya. Begitu diberitahu Dubes, Burhan langsung saja memberondong saya dengan bahasa Makassar. 

Di tengah kesibukannya melayani pembeli yang merubung gerainya, ia terus bercerita tentang kulinernya yang khas, cocok dengan lidah orang bule. Memang terbukti kebanyakan pembelinya orang bule. 

Setiap malam dia bisa menjual 150 porsi menu yang terdiri atas nasi goreng, mi goreng, dan lain sebagainya. Harga satu porsi menunya NZD 12 ( Rp.120.000.-). 

Ketika saya tabya apakah dia sudah berkeluarga, Burhan mengangguk mengiyakan. Bule? Dia ngakak. "Wah kalau Bule tidak sanggup, Pak," katanya.

"Tidak sanggup membiayai?"

" Bukan soal biaya, tetapi kita kan beda budaya Pak," alasannya sembari menyodorkan tiga porsi masakannya. Dua mi goreng, satu nasi goreng. 

"Tolong cobain masakannya Pak, bumbunya pasti suka," promosinya meyakinkan.

Saya dan Pak Dubes pun menyantap masakannya. Jujur saya mengatakan masakannya memang enak. Pantas jika selama satu jam kami di depan gerainya, pembeli tak putus antreannya. 

"Bagaimana Pak? Tanyanya begitu melihat kami selesai bersantap.

"Enak, enak sekali," jawab saya bersamaan dengan Tantowi. Isteri dan anak-anak kami yang sempat mencicipi juga mengiyakan.

Justru yang tidak enak, ketika kami mau membayar. " Jangan Pak. Ini kehormatan buat saya bapak mampir dan mau mencici masakan kami".

Ketika didesak, ia pun berdalih. "Saya kehilangan kehormatan Pak kalau Bapak bayar. Cuma berapa nilainya itu Pak," ucapnya serius dalam bahasa Makassar. Saya pun mengerti. Ya, sudah semoga berkah. Semoga Burhan sukses mengembangkan bisnis kulinernya. Dia masih muda, usianya di bawah 40 tahun dan sangat bersemangat.

Sumber : Akun Fb Ilham Bintang

Contact Form

Name

Email *

Message *