HEADLINE NEWS

7 Tahun Hadirnya Undang-Undang Desa

By On January 14, 2021



7 Tahun Hadirnya Undang-Undang Desa di Indonesia memberikan dampak yang sangat signifikan dalam pembangunan baik itu Pembangunan Infrastruktur dan Pengembangan Ekonomi Desa sudah sepenuhnya dipercayakan untuk dikelola langsung oleh Pemerintah Desa dan ini salah satu keberhasilan rumusan strategi Pemerintah Pusat dalam hal ini Bapak Presiden Jokowi melalui Kementrian Desa PDTT mulai dari Bpk Mendes PDTT Marwan Ja'far, Bpk Mendes PDTT Eko Putro Sandjojo hingga saat ini dibawah kepemimpinan Gus Menteri Desa PDTT Gus Abdul Halim Iskandar dengan prinsip membangun Indonesia dari Desa. Teringat tulisan Bung Hatta tentang desa, “Indonesia tidak akan besar karena obor di Jakarta, tapi Indonesia akan bercahaya karena lilin-lilin di desa”. Walaupun kekuatan UU Desa tersebut belum nampak secara utuh bagi Desa dimana masih ada beberapa Daerah yang minim pengetahuan tentang UU Desa tersebut tetapi setidaknya lewat perpanjangan tangan melalui Program P3MD Kementrian Desa PDTT Undang-Undang Desa Nomor 6 Tahun 2014 tersampaikan hingga ke Pelosok Desa.

Hampir 4 Tahun lewat Pendamping Desa kita terus mensosialisasikan UU Desa Nomor 6 Tahun 2014 kepada Pemerintah Desa, Masyarakat Desa baik lewat Musyawarah Desa, Banner, Spanduk, Baliho, maupun media lainnya walau tidak sedikit rintangan dan tantangan yang dihadapi dilapangan twrkait karakter, adat dan budaya setempat tetapi ini menjadi spirit dan semangat untuk semakin lebih dekat dengan Warga Desa.
Jika diingat-ingat belum pernah kita duduk dengan Para Senator Perwakilan Rakyat baik Daerah, Provinsi, maupun Pusat sambil ngopi diskusi bertukar ide dan gagasan bersama para pemerhati Desa tentang "Kewenangan Desa" sehingga dapat tertuang dalam Dokumen resmi berupa "PERDA" sebagai bentuk keseriusan 100% Pemda dan Para Senator Perwakilan Rakyat di Daerah Mendukung Pemerintah Desa dan Masyarakatnya lebih kreatif mendesain Potensi Desa sebagai sumber Ekonomi Desa.

Kita berharap 7 Tahun Hadirnya Undang-Undang Desa yang dibackup oleh "Dana Desa" di Negeri ini bisa lebih mendewasakan "Desa baik itu Kelembagaan di Desa Hingga Masyarakatnya" untuk dapat lebih mandiri dan berkontribusi aktif bagi Ketahanan Nasional.

Usia 7 Tahun sudah semisal masuk Sekolah Dasar sudah bisa baca tulis dan berhitung sama halnya dengan "DESA" kita berharap Baik Pemerintah maupun Masyarakatnya sudah seharusnya bisa memberikan hitungan gambaran Program yang relevan dalam bentuk tulisan dan aksi nyata untuk pembangunan dan pengembangan Ekonomi Desa yang seharusnya dicapai ditahun berikutnya. Desa seharusnya tidak lagi terkendala pada aturan dan mekanisme pelaporan secara Digital karena sudah menjadi santapan selama 5 Tahun terakhir, SDM unggul sudah terbentuk, Polemik Kelembagaan Desa seharusnya sudah Clear, dan saatnya Generasi Muda terutama adek-adek Milenial yang berkompten kembali ke Desa untuk berkontribusi aktif menjadi Garda Terdepan dalam Penyusunan Strategi Pengembangan Potensi Ekonomi Desa.


Salam Hangat dari Kami
#Lamasi_Timur 
#Kabupaten_Luwu 
#Sulawesi_Selatan
#DesaMandiriIndonesiaMaju
#SDGs #7TahunUndangUndangDesa


BANK DATA DESA Untuk Siapa...???

By On February 06, 2020

BANK biasanya diidentikkan dengan Uang, Penyimpanan, Peminjaman, Utang,  Ekonomi,  dan Sumber Yang Bernilai dengan nominal Namun kali ini konsep itu berbeda yang akan dikembangkan di desa BANK tidak hanya diidentikkan dengan pemahaman masyarakat tentang kaitan dengan Uang tapi kita membangun BANK DATA DESA yang tidak hanya berbicara tentang Uang tapi kita lebih secara luas yaitu KESEJAHTERAAN.

Sederhananya begini Kita selalu menuntut sebuah Keadilan contoh misalnya Ada bantuan dari Isntansi/SKPD tertentu yang ditujukan untuk kelompok masyarakat kreatif di desa sebanyak 5 kelompok untuk 5 desa namun karena data tidak valid sehingga Instansi/SKPD tersebut hanya membagikan bantuan tersebut hanya kepada 3 desa. Maka muncul beberapa kecurigaan dan pertanyaan dari masyarakat. Tidak perlu saya sebutkan satu persatu pembaca pasti sudah tahu...

Nahh positifnya kemungkinan bahwa semua desa punya kelompok kreatif tersebut tapi karena desa tidak memiliki sumber data sehingga kadangkala biasa di desa tercipta Kelompok Sim Salabim sekedar untuk mendapatkan bantuan.

Nahh kemudian kita sering melihat dan mendengar keluhan kelompok2 masyarakat tertentu terkait pembangunan di desa yang seringkali pemerintah desa abaikan sehingga memunculkan polemik dan permasalahan baru yang bisa memicu munculnya figure tandingan sang kepala desa. Sejak bergulirnya dana desa dari 2015-2019 beberapa perhelatan pesta demokrasi di desa memberikan beberapa kejutan menarik salah satunya semakin meningkatnya jumlah petahana Kepala Desa yang ditumbangkan oleh pendatang baru padahal seharusnya dengan Adanya Dana Desa yang notabenenya Kepala Desa sebagai Kuasa Pengguna Anggaran harusnya mampu mempertahankan singgasana kekuasaan di desa Lalu apa yang perlu dilakukan untuk perbaikan kali ini bagi Kepala Desa yang memimpin kami menawarkan Konsep BANK DATA DESA yang notabenenya bukan semata bertujuan untuk mempertahankan KEKUASAAN tapi lebih kepada menciptakan KEADILAN dan KESEJAHTERAAN Bagi Seluruh Rakyat Di Desa.

Apa BANK DATA DESA itu..???
Bank Data Desa ini sebenarnya beberapa desa sudah melakukan namun beberapa titik lemahnya belum ditambal oleh mereka yang memimpin sehingga seringkali hanya sesaat. Nah Bank Data Desa yang kita tawarkan akan menghadirkan apa yang menjadi amanah Undang-Undang.

BANK DATA DESA bagi masyarakat memudahkan kita mengetahui dan menghadirkan perubahan di Desa sehingga Bagi Kepala Desa yang memimpin tanpa harus memikirkan Posisi dan Jabatannya dengan sendirinya Tuhan dan Masyarakat Desa akan mempertahankan hingga 3 Periode bahkan lebih dari yang diharapkan...

Apakah sudah ada Desa yang menerapkan...???
Di Indonesia mungkin ada bisa jadi kita akan menyebut Desa Ponggo tapi menurut hemat saya masih ada yang perlu dibenahi namun sepertinya belum dilakukan oleh Desa tersebut.
Tapi bicara Kabupaten Luwu khususnya itu sebenarnya ada namun belum maksimal dan kita akan lihat sejauh mana keberanian Sang Kepala Desa menerapkan kebijakan itu yang Notabenenya Kita Semua paham bahwa KEPALA DESA adalah Jabatan Politik yang hadir dari Pilihan Rakyat Desa yang menginginkan KEADILAN dan KESEJAHTERAAN BAGI SELURUH RAKYAT DESA.

😁😁😁🙏🙏🙏
Lain Kali Kita Lanjutkan Tulisannya
Mari Kita Sarapan Duluuu...
Biar Bisa Tidur Nyenyak Malam ini...
Jangan Lupa "Malam_Jum'at" jangan begadang
😂😂😂😎😎😎😎

Muh. Said Rasyid,ST. : Petani Harus Di Sejahterakan Agar Indonesia Bisa Lebih Sejahtera

By On October 15, 2018

Panen Raya Padi Berkualitas Oleh Petani Luwu

KAREBADESA.ID - Luwu, Panen raya pertanian padi kali ini untuk beberapa wilayah di kabupaten Luwu terbilang sangat memuaskan hasilnya mengingat cuaca musim yang menguntungkan para petani. 

"Walaupun dipanen lalu bisa dikatakan bahwa petani kita mengalami kerugian besar akibat hama dan cuaca yang tidak bersahabat ditambah tengkulak yang merajalela tapi pada panen ini diharapkan Kabupaten Luwu dapat menjadi penyokong ketahanan pangan Sulawesi Selatan sehingga pemerintah pusat dapat meniadakan impor beras dan Petani Luwu dapat berswasembada beras di tahun akan datang dengan begitu harga gabah bisa maksimal dan petani bisa lebih sejahtera" ungkap TA Pelayanan Sosial Dasar P3MD Muh. Said Rasyid, ST

Beras Luwu dapat bersaing kualitas dengan beras dari daerah lain, bahkan Luwu Raya bisa dipastikan sebagai salah satu wilayah penghasil beras terbesar di Indonesia Timur yang menjadi penyuplai beras dibeberapa kabupaten di Sulawesi olehnya itu Petani Desa disemua daerah harus disejahterakan agar Indonesia bisa lebih sejahtera" Tambah Said Rasyid, yang juga tokoh muda Luwu Raya yang lebih akrab disapa "Saras".

Opini - Perlukah Desa Dengan Perbub dan Perda Kewenangan Desa

By On October 08, 2018


KAREBADESA.ID - Kewenangan Desa yang tertuang dalam Undang-Undang Desa Nomor 6 Tahun 2014 pada Bab IV Kewenangan Desa ditindaklanjuti oleh Kementrian Desa melalui Peraturan Menteri Desa (Permendesa Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Kewenangan Desa) yang kemudian mungkin dianggap masih kurang taring lahir pula Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri Nomor 44 Tahun 2016 Tentang Kewenangan Desa), bahkan pada  pasal   7   Permendagri   no   44   tahun   2016   tentang   Kewenangan   Desa, Bupati/Walikota diperintahkan untuk membuat kajian yang mengidentifikasi dan menginventarisasi  kewenangan  desa  berdasarkan  hak  asal  usul  dan  kewenangan  lokal berskala Desa dengan melibatkan desa.

Tapi sekarang sudah Tahun Ke-5 Undang-Undang Desa Lahir bagaimana kabar Perbub dan Perda Kewenangan Desa...???

Desa Membangun atau Membangun Desa
Hampir sering kita mendengar kata itu beberapa tahun terakhir ini karena adanya Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (P3MD) yang menggelontorkan Dana Desa dari pinjaman dunia yang tidak sedikit.

Kembali lagi pada "Kewenangan Desa" yang diamanahkan lewat UU DESA NO.6 hanya akan menjadi bahan bacaan ditingkatan masyarakat desa dan tidak akan mewujudkan Kesejahteraan Desa yang utuh dengan Slogan "DESA MEMBANGUN" jika desa dan masyarakatnya hanya diikat dan dimewahkan dengan BANTUAN PROGRAM DANA DESA ataupun apalah nantinya namanya jika sepanjang PERBUB/PERDA Kewenangan Desa tidak lahir sebagai acuan untuk Desa bisa benar-benar merdeka dalam mengelola Sumber Kekayaan Alamnya...

Jika menurut saya bahwa Keberhasilan sebuah Desa bukan dilihat dari seberapa besar Bantuan yang masuk ke desa untuk digunakan Sejahterakan Masyarakat tapi Seberapa besar Kewenangan Desa dalam mengelola dan mengembangkan potensi desa untuk mensejahterkan masyarakat.

Desa dan Masyarakatnya memang membutuhkan Bantuan untuk menjadi dalah satu bahan pondasi memulai pengelolaan Potensinya tapi sampai kapan Desa dan Masyarakatnya akan diikat dan dimanjakan dengan PINJAMAN UTANG jika tidak didukung secara Utuh, Full, dan Total Memaksa dan Mendesak Pemda baik Eksekutif maupun Legislatif sesegera melahirkan PERBUB dan PERDA Kewenangan Desa.

Lamasi, 09.10.18
AM_3103

Catatan Singkat Tentang Berkah Dana Desa

By On November 30, 2017

#BerkahDanaDesa

Kita Akan Merasa Lebih Baik
Ketika Semua Orang Yang Membenci Merasakan Manfaat Atas Ketulusan Kita Memberi Sedikit Benih Kebaikan...
Bayaran Termahal Hanya Rasa Terima Kasih Yang Terlontar Dari Hati Yang Tulus...

Berkaca dari proses seorang sahabat sekelas PD Lamasi Sebut saja Papi tetap dengan bahasa santainya yang penting ada kopi menjadi inspirasi bersama bahwa memberi tak mesti harus mengharap balasan yang sama..

Bahkan semua kawan2 PLD/PD P3MD Luwu yang tetap solid dengan Prinsip bahwa pemberdayaan tidak hanya sekedar bicara materi tapi hasil dari proses itu yang diharapkan bisa bermanfaat...

Kalau mau berhitung Angka, Bicara Pendapatan/Upah Masih Jauh dari Harapan berbeda dengan apa yang selalu difikirkan banyak orang bahwa Dana Besar dikawal masa tidak sebanding, Panas, Hujan, dsblah... hehehehe kadang mau juga tertawa sendiri tapi bukan berarti itu menjadi alasan untuk memberi yang terbaik...

Orang boleh mengusik tapi bukan berarti itu yang melemahkan kita dalam berbuat, lakukan saja sepanjang bernilai positif toh yang menikmati hasilnya bukan kita tapi masyarakat desa sendiri...

Dulu yahhh ada banyak dinamika dalam awal-awal proses namun pelan tapi pasti bahwa semua itu hanyalah cerita dongeng toh pada kenyataannya hanya kita sajalah yang kadang terlalu egois pada pribadi kita sehingga kita merasa bahwa semua orang salah dengan mengabaikan sejuta kebaikan apapun caranya sepanjang tidak melanggar aturan Tuhan...

Dana Desa menjadi sorotan sejuta orang, lembaga, media, instansi pengawasan terkait dan sebagainya, tapi pada kenyataannya hampir 3 tahun bergulir kenapa baru sekarang seolah ingin mengobrak dengan BAHASA TRANSPARANSI...

Dana Dari luar Dana Desa (DD) tidak pernah disoroti, diawasi secara ketat dituntut TRANSPARANSInya.
Malahan masih banyak proyek-proyek yang masuk ke desa tidak ada balihonya,papan informasinya, RAB, Gambarnya tidak diketahui desa dan kecamatan tapi tetap berjalan yang anggarannya ratusan juta juga, dari uang rakyat juga, uang pinjaman dari luar juga, dari PAD lohhh kok seolah datang mau bicara aturan...

Lucu juga namun bukan berarti ini menjadi alasan agar tidak ada pengawasan dilakukan kepada pemerintah desa yahhh silahkan saja sepanjang sesuai dengan aturan yang berlaku sesuai tupoksinya.
Memang kita tidak bisa memungkiri kalau masih ada oknum tertentu didesa yang mau mencari keuntungan pribadi tapi silahkan saja karena itu haknya kami sebagai rekan kerja tidak memiliki kapasitas untuk melarang selain menghimbau karena itu adalah jalan NINJA kami (copas tulisan kata-kata dalam film NARUTO)

Indonesia ini Negara yang besar bukan cuman satu desa/distrik/lembang tapi ribuan yang semuanya bicara butuh perhatian pusat, provinsi, kabupaten namun hanya sebagian yang berjalan maksimal. Salah satu terobosan hebat yang dilakukan seorang walikota Surabaya yang memangkas proses pengurusan KTP/KK yang terlalu banyak pos-pos yang justru membuat proses tidak efektif menjadi sebuah hal yang patut ditiru dalam proses dana desa ini terlalu banyak aturan tapi selalu terlambat datang, mana dana yang lambat ditransper sementara aturan yang dibuat memaksa desa untuk berbuat tak jujur. Belum lagi aturan ditingkat kabupaten untuk menjabarkan lebih rinci aturan2 yang datang lambat dari pusat tidak kelar2 juga, entah apakah posnya ada yang mesti dipangkas ataukah SDM dari atas sampai kebawah yang perlu dibenahi.

Hampir 3 tahun dana desa sudah banyak yang terfasilitasi, terbenahi, SDM desa berbenah dengan kemampuan yang ada didampingi kawan-kawan penggiat desa yang masih setia mendampingi tetap berusaha menafsirkan aturan yang datang sehingga proses bisa tetap berjalan maksimal toh kalaupun masih ada kekeliruan didalamnya biarlah BPK yang mengaudit kerugian negara.

Saya tidak bicara UU Desa pasal perpasal, tidak juga bicara permen dan sejenisnya tapi saya mau bilang jika pusat betul serius membangun INDONESIA dari DESA seharusnya ada penegasan dan penekanan kepada provinsi dan kabupaten untuk melahirkan PERDA KEWENANGAN DESA dengan begitu tidak ada lagi yang merasa terabaikan, mau merdeka, dll...

Jatah PAD Kabupaten untuk Desa maksimalkan 10% atau tambah lagi kalau tidak ada peningkatan pertumbuhan perekonomian dan kesejahteraa Desa berarti perlu ada RUQYAH di Desa itu.

Tulisan ini tidak ada niat untuk menyinggung atau apalah namanya namun hanya sekedar menulis uraian yang terputus-putus...

Salam Hormat
To'  Pongo 01.12.2017
AM3103

Opini : AWAS, PENETRASI GURITA KORUPSI DANA DESA

By On October 04, 2017


KAREBADESA.ID - Dana Desa yang bersumber dari APBN merupakan salah satu poin penting lahirnya Undang-Undang Desa Nomor 6 tahun 2014 Tentang Desa. Dana desa merupakan bentuk nyata perhatian negara terhadap keberadaan desa karena dengan Dana desa maka pengakuan akan hak asal usul (Rekognisi) dan kewenangan lokal berskala desa (Subsidiaritas) sudah dapat dilihat dan dirasakan oleh masyarakat. Penyaluran dana desa oleh Pemerintah Pusat ke Desa sudah berlangsung selama 3 tahun. Tahun 2015 jumlah dana desa Rp 20,76 Trilliun, tahun 2016 Rp 46,98 Trilliun dan tahun 2017 Rp 60 Trilliun untuk jumlah desa 74.954,dengan prioritas penggunaan untuk kegiatan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat berskala lokal secara swakelola. 

Mencermati pemberitaan pengelolaan dana desa yang lagi marak dimedia terkait kasus korupsi yang dilakukan oleh oknum aparat desa membuat kita terhenyak bahwa gurita korupsi telah melakukan penetrasi di ranah desa. Hal yang patut disayangkan bahwa sebagian besar pelaku adalah oknum Kepala Desa yang notabene adalah orang-orang pilihan masyarakat dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan desa yang memiliki peran dan fungsi sebagai penanggung jawab dalam pengelolaan dan pelaksanaan dana desa. Gurita korupsi dengan tentakelnya telah melakukan penetrasi hampir disetiap lini bidang sasaran pengelolaan dana desa.

Dalam ranah Sulawesi Selatan, beberapa kasus korupsi dana desa mencuat ke permukaan dalam beberapa waktu terakhir ini. Dari data penyelewengan dana desa sepanjang tahun 2016-2017 di sumber Media OnLine Makassar, terdapat 110 kasus korupsi dana desa dengan pelaku sebagian besar adalah Kepala Desa. Kasus yang terjadi Desa Komba Kecamatan Larompong Kabupaten Luwu misalnya, dimana mantan Kepala Desa dijadikan tersangka tindak pidana korupsi penyalahgunaan Dana Desa (DD) T.A. 2016 sebesar kurang lebih Rp 289 juta atas pemalsuan dokumen keuangan desa. Penyalahgunaan dana desa juga terjadi di Desa Taraweang Kecamatan Labakkang Kabupaten Pangkep dengan kerugian negara sebesar Rp 154 juta. Tersangka adalah Kepala Desa aktif Taraweang yang melakukan penyelewengan terhadap penggunaan dana desa di bidang pemberdayaan desa dan pembangunan fisik di antaranya pembangunan drainase, jembatan kayu, sumur bor dan paving blok.

Berbicara tentang korupsi, maka perlu diketahui pengertian korupsi dari perspektif payung hukum, yaitu menurut Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah “setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara ....”. Dengan demikian, korupsi terkait dengan (1) hal yang menguntungkan diri sendiri/orang lain/organisasi (2) penyalahgunaan kewenangan karena jabatan/kedudukan; dan (3) terjadi hal yang merugikan keuangan negara.

Orang yang sangat rentan untuk melakukan korupsi biasanya orang-orang yang sangat dekat atau terlibat langsung dalam pengelolaan kegiatan yang melibatkan sejumlah dana yang cukup besar. Dari beberapa kasus korupsi DD/ADD yang terjadi di Indonesia khususnya di Sul-Sel terlihat bahwa yang berpotensi besar sebagai pelaku tindak korupsi adalah para kepala desa dan aparat desa karena mereka memilik akses langsung dalam pengelolaan dana. Sebagaimana disebutkan di Permendagri nomor 113 Tahun 2014 tentang pengelolaan keuangan desa pasal 3 disebutkan bahwa Kepala desa adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa dan mewakili pemerintah desa dalam kepemilikan kekayaan milik desa yang dipisahkan. 

Seorang peneliti dari Amerika bernama Albercht yang melakukan penelitian tentang karakteristik pelaku tindak korupsi menemukan fakta bahwa pelaku tindak korupsi adalah orang yang terdidik, sedikit memiliki catatan kriminal, kejiwaan yang lebih sehat, lebih optimis, memiliki motivasi dan keluarga yang harmonis serta jarang mengunakan alkohol dan obat terlarang (Suradi, 2006 :8). Dari kasus-kasus korupsi yang terjadi dalam pengelolaan dana desa, ada beberapa modus operandi yang dilakukan menurut TRIBUNWAJO.com, yaitu 
(1) Membuat RAB (Rancangan Anggaran Biaya) di atas harga pasar kemudian membayarkan berdasarkan kesepakatan yang lain; 
(2) Kepala Desa mempertanggung jawabkan pembiayaaan bangunan fisik dana desa padahal bersumber dari sumber lain; 
(3) Meminjam sementara dana desa dengan memindahkan dana ke rekening pribadi kemudian tidak dikembalikan; 
(4) Pemotongan dana desa oleh oknum pelaku 
(5) Membuat perjalanan dinas fiktif dengan cara memalsukan tiket penginapan/perjalanan; 
(6) Mark Up pembayaran honorarium perangkat desa; 
(7) Pembayaran ATK tidak sesuai dengan real cost dengan cara pemalsuan bukti pembayaran; 
(8) Memungut pajak, namun hasil pungutan pajak tidak disetorkan ke kantor pajak; dan.
(9) Melakukan pembelian inventaris kantor dengan dana desa namun diperuntukkan secara pribadi.

Lalu bagaimana mengenali gejala-gejala terjadinya korupsi? Menurut Suradi (2006) dalam bukunya “Korupsi Dalam Sektor Pemerintah dan Swasta“ mengungkapakan 6 gejala terjadinya korupsi, yaitu 
(1) Penyimpangan akuntansi, yaitu penyimpangan akuntansi yang lazim dijumpai berupa ketidakteraturan sumber dokumen, kegagalan ayat jurnal, ketidakakuratan buku besar; 
(2) Lemahnya pengendalian internal, yaitu pengendalian yang terdiri dari lingkungan pengendalian, sistem akuntansi dan prosedur pengendalian; 
(3) Analisis terhadap penyimpangan, adalah prosedur yang mencakup transaksi atau peristiwa yang terjadi pada waktu atau tempat yang aneh yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak biasanya melaksanakan tugas tersebut atau mencakup prosedur, kebijakan atau pelaksanaan yang tidak lazim serta analisis terhadap transaksi yang nilainya terlalu besar atau terlalu kecil; 
(4) Gaya hidup mewah, yaitu perubahan gaya hidup pelaku korupsi yang jauh melebihi dari hasil yang dapat mereka peroleh; 
(5) Adanya pengaduan yang mengindikasikan terjadinya kecurangan, namun masih perlu dikaji kebenarannya secara intensif; dan 
 (6) Perilaku yang tidak wajar, yaitu ketika seseorang terlibat dalam tindak kejahatan, terutama bagi mereka yang melakukan untuk pertama kali, maka mereka akan dihinggapi perasaan takut dan bersalah, emosinya akan mengekspresikan tentang dirinya sendiri dalam perilaku yang tidak wajar dan akhirnya menjadi stress.

Berkaca dari beberapa fenomena tersebut, marilah kita senantiasa untuk waspada terhadap bahaya korupsi, karena bila kita tidak waspada maka akan memberikan peluang bagi sang gurita koruptor dengan leluasa untuk melakukan penetrasi dan menggerogoti dana desa yang sejatinya ditujukan untuk pembangunan desa demi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dengan semangat luhur bekerja untuk kemajuan bangsa dan negara, marilah kita budayakan rasa malu untuk melakukan korupsi dan dengan suara lantang mari kita bersuara “Katakan tidak untuk korupsi!”. Lakukan revolusi nurani dan tanamkan budaya “Berani Jujur HEBAT”.

Zulkarnain Pattalolo, S.TP
(Pendamping Desa P3MD Kab. Jeneponto Sul-Sel)

Opini "Regulasi Desa dan SDM Desa"

By On September 09, 2017


Pandangan saya tentang regulasi yang lahir adalah seharusnya pemerintah kabupaten membuat pemetaan wilayah yang masih rendah SDM, dll. Kemudian kategori wilayah yang masih rendah penyerapan dan pemahaman pelaksanaan regulasinya karena tidak semua DESA dikabupaten itu kualitas SDMnya sama, kondisi masyarakat, dan lingkungan sama, tingkat pemahamannya, belum lagi kualitas aparat desa dan BPD.

Kenapa harus dilakukan pemetaan harapannya dengan dilakukan hal tersebut kita bisa duduk bersama apa strategi yang bisa dilakukan untuk mencapai target2 percepatan pencapaian kemandirian Desa sesuai amanah UU Desa No 6 Tahun 2014 dan UUD 45.

Jika begitu ada regulasi dari pusat langsung dengan serta merta diturunkan kepada desa tanpa pendampingan yang cukup, pembekalan SDM, sekedar menyodorkan saja lalu tiba-tiba permintaan data dari pusat kita juga grasah grusuh yahhh jangan salahkan jika masih ada sebagian desa tidak paham dan terkesan sulap data karena memang terjadi KETERBATASAN SDM, lalu muncul juga pandangan dan permintaan tentang TRANSPARANSI tapi tidak ada juga penekanan dan sanksi tegas dari pemerintah kabupaten bila tidak transparansi belum lagi desa tidak di ajarkan batasan transparansi yang dimaksudkan.

Tapi biar hebat bagaimana kita memikirkan berargumen tentang KEMANDIRIAN DESA bacakan REGULASI baik itu UU Desa, Permendesa, Permendagri, dll kalau cuman segelintir orang yang bersuara tidak didukung oleh kelompok elit, penguasa, dan masyarakat itu sendiri tidak ikut berpartisipasi saya kira akan berat mewujudkannya.

Sudah hampir 3 tahun UU Desa, Permendagri, Permendesa ada tapi coba kita jalan2 ke desa cari BUKU atau PRINT OUT UU Desa saja bisa dipastikan hanya segelintir DESA yang punya mau tahu kenapa itu karena kalau TIM Pemeriksa turun ke Desa bukan itu yang pertama dicari.

Tulisan ini hanya sekedar sharing pemikira anak desa saja toh kalau bermanfaat biar itu jadi Nilai ibadah buat pembaca saja dengan harapan bisa terketuk hati kembali ke desa bercerita tentang pengalamannya selama diluar desanya.

Lamasi, 09.09.17
A_M3103

PID Untuk Membangun Desa Kreatif dan Berinovasi

By On September 04, 2017


Karebadesa.id - PID dirancang untuk mendorong dan memfasilitasi penguatan kapasitas Desa yang diorientasikan untuk memenuhi pencapaian target RPJM Kemendesa PDTT¬Program prioritas Menteri Desa PDTT, melalui peningkatkan produktivitas perdesaan dengan bertumpu pada:
  1. Pengembangan kewirausahaan, baik pada ranah pengembangan usaha masyarakat, maupun usaha yang diprakarsai desa melalui Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa), Badan Usaha Milik antar Desa, produk unggulan desa guna mendinamisasi perekonomian Desa.
  2. Peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). Kaitan antara produktivitas perdesaan dengan kualitas SDM ini, diharapkan terjadi dalam jangka pendek maupun dampak signifikan dalam jangka panjang melalui investasi di bidang pendidikan dan kesehatan dasar. Produktivitas perdesaan, dengan demikian, tidak hanya ditilik dari aspek/strategi peningkatan pendapatan raja, tetapi juga pengurangan beban biaya, dan hilangnya potensi di masa yang akan datang. Disamping itu, penekanan isu pelayanan sosial dasar (PSD) dalam konteks kualitas SDM ini, juga untuk merangsang sensitivitas Desa terhadap permasalahan krusial terkait pendidikan dan kesehatan dasar dalam penyelenggaraan pembangunan Desa, dan
  3. Pemenuhan dan peningkatan infrastruktur perdesaan, khususnya yang secara langsung berpengaruh terhadap perkembangan perekonomian Desa, dan yang memiliki dampak menguat-rekatkan kohesi sosial masyarakat perdesaan.
Selain itu, PID juga menjadi sarana memfasilitasi penguatan manajemen Pendampingan Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (P3MD) dan pengembangan sistem informasi pembangunan Desa.

Hal mendasar dalam rancang bangun PID adalah inovasi/kebaruan dalam praktik pembangunan dan pertukaran pengetahuan. Inovasi ini dipetik dari realitas/hasil kerja Desa-Desa dalam melaksanakan kegiatan pembangunan yang didayagunakan sebagai pengetahuan untuk ditularkan secara meluas. PID juga memberikan perhatian terhadap dukungan teknis dari penyedia jasa teknis secara profesional.

Dua unsur itu diyakini akan memberikan kontribusi signifikan terhadap investasi Desa, yaitu pemenuhan kebutuhan masyarakat melalui pembangunan yang didanai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa), khususnya DD. Dengan demikian, PID diharapkan dapat menjawab kebutuhan Desa-Desa terhadap layanan teknis yang berkualitas, merangsang munculnya inovasi dalam praktik pembangunan, dan solusi inovatif untuk menggunakan Dana Desa secara tepat dan seefektif mungkin.

PID merupakan program Kemendesa PDTT untuk membangun Desa kreatif dan berinovasi untuk mendorong pengembangan ekonomi lokal, replikasi teknologi, dan percepatan pembangunan Desa guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

Sumber dari Akun Medsos TA PSD P3MD dan Pembaca setia karebadesa.id dapat mengambil dan membaca modul bacaan lengkapnya dengan Download Disini

Memilih Antara Fasilitator atau Pendamping

By On September 02, 2017


Beda Tapi Sama atau mungkin Sama Tapi Beda Namun Dalam Kehidupan Dunia Sinobi Fasilitator Program PNPM itu beda dengan Pendamping Desa Program P3MD.

Kalau Fasilitator itu Aku Adalah Perantara Antara Kau dan Dia Hingga Sampai Pada Tujuanmu Tapi Kalau Pendamping itu Aku & Kau Hingga Menjadi Kita Berjalan Bersama Selamanya Hingga Sampai Tujuan Suci Itu.

Lamasi, 02.09.2017
Arhyf Mande"
A_M3103

Sumber : anakmuda3103.com

Opini "Idhul Adha Bukan Sekedar Menyembelih Hewan Semata"

By On September 01, 2017


Idhul Adha atau lebih akrab dengan Hari Raya Qurban atau Hari Raya Berbagi Qurban...

Seiring waktu berjalan usia nan bertambah bagi kita bahkan qt mungkin terlibat aktif dalamnya baik itu ikut berqurban atau sekedar hanya ikut berpartisipasi dalam penyalurannya namun kita lupa bahwa sebenarnya seharusnya mengajarkan pribadi kita bahwa setiap rejeki ari Tuhan seharusnya kita pandai mengatur dan membaginya dengan sesama.

Seharusnya Kita sadar bahwa REJEKI dari Tuhan itu seharusnya kita bagi 3 dimana
1/3 Untuk Sesama supaya ikut merasakan nikmat bahagia kita,
1/3 Untuk Pribadi/Keluarga Kita sebagai penopang bertahan hidup, dan
1/3 Untuk Kita Kembalikan Kepada Tuhan lewat bantuan pembangunan tempat ibadah, fasilitas pendidikan, sosial, dll...

Harusnya itulah makna yang tertanam pada kita tapi seolah kita memahami Hari Raya Qurban itu hanya sekedar MENYEMBELIH Hewan semata...

Sama halnya dengan ILMU/PENGETAHUAN yang kita miliki jika cuman sekedar menjadi konsumsi pribadi kita tapi tidak bagikan/ajarkan kepada sesama tidak akan bernilai lebih dari apa yang sudah kita miliki...

Jadi pada dasarnya HARI RAYA IDHUL ADHA / HARI RAYA QURBAN bukanlah menyembelih hewan semata sebagai penggugur kewajiban tuntunan AGAMA namun Ada sisi positif yang terkandung didalamnya yakni MENGAJARKAN Kita Untuk Lebih Pandai Bersyukur Lewat PERBANYAK BERBAGI Atas setiap Rejeki Dari Yang Maha Pemilik Tuhan Alam Semesta.

Lamasi, 01.09.17
Arhyf Mande'
A_M3103

Opini "PENGAKUAN PETANI KENDAL"

By On August 26, 2017


Kami menyambut dengan antusias Peraturan Menteri No 39 thn 2017 yg mengatur hutan sosial diwilah Perhutani. Ungkapan jujur itu disampaikan seorang ketua kelompok tani dari Kecamatan Patean kabupaten Kendal ketika bertemu dengan Menteri Siti Nurbaya awal pekan lalu.

Selama ini kami menggarap tanah untuk menanam bawang selalu di oyak-oyak sama mandor. Kami ditakut-takuti. Padahal kami bukan pencuri. Kami hanya ingin mencangkul dan bukan mencuri kayunya. Hutan disana habis dan tidak ada pencurinya yg ditangkap. 

Di Desa kami ada sekitar 1000 hentar tanah dalam wilayah yg dikuasai Perhutani. Setiap hektar dapat ditanami 10 kg benih bawang. Setiap kilo benih kami bayar Rp. 50 ribu. Matematika sederhana saja 1000×10 kg× rp.50 ribu berapa yang diterima mandor. Padahal diwilayah kami hanya dua orang mandor. Mereka bisa kaya-raya.

Ungkapan tulus petani ini semakin membuat saya geram melihat praktik oknum-oknum perhutani. Pantas bila Perhutani yg menguasai 2 jt hektar tanah di Jawa dalam kondisi "tidak sehat". Dan Pantas bila Presiden pada puncak peringatan hari lingkungan hidup tgl 2 Agustus lalu juga menyoroti tajam masalah di Perhutani. Bahkan presiden mengatakan dengan keras perlunya melakukan tindakan koreksi mendasar (corrective action) terhadap kebijakan dan praktik pengelolaan hutan di Indonesia dan tentu termasuk hutan yg dikelola Perhutani.

Presiden yang juga seorang forester bahkan menanyakan dimana ada hutan jati Perhutani yang rakyatnya sejahtera? Setelah mengulang tiga kali pertanyaan kemudian peserta kompak mengatakan tak ada.

Kini kita berharap banyak pada Kebijakan Menteri Siti Nurbaya yang menyambut seruan corrective action dari Presiden. Kebijakan P39/2017 yang banyak ditentang oleh oknum-oknum Perhutani itu harus dijalankan dengan sepenuh hati. Tak boleh lagi surut semangatnya. Kebijakan tersebut dengan tegas akan membaikkan keadaan petani di pulau jawa yang sangat miskin tanah untuk bisa hidup sejahtera. Kebijakan itu juga dapat menolong Perhutani karena seluruh bagi hasil dengan petani akan transparan dan masuk langsung ke rekening Perhutani. Tak akan ada lagi celah bagi oknom-oknum yang memeras petani untuk keuntungan dirinya sendiri.

Dalam P39 tersebut apabila Kelompok tani menanam kayu maka mereka dapat 70% dan Perhutani 30%. Kegiatan Budidaya, Petani dapat 80% dan Perhutani 20%. Kegiatan Wisata Alam, Petani dapat 90% dan Perhutani 10%. Kelompok tani juga mendapat pengakuan secara legal dari Menteri melalui Dirjen Perhutanan Sosial. Setiap anggota kelompok mendapat luasan yang sama dan terpetakan dengan baik. Petani tak boleh menjual tanah tersebut sebab mereka bukan pemilik atas tanah. Kekhawatiran petani akan memindah-tangankan tanah sudah diantisipasi dengan baik dalam aturan itu. Secara objektif saya menilai kebijakan P39 telah memenuhi unsur keadilan dan kelestarian. Tak ada alasan untuk menolaknya.

Kita perlu menegukan dukungan pada Dirut Perhutani yang baru bersama jajarannya agar teguh dalam mendukung kebijakan yang baik ini. Dalam beberapa kali dialog saya dengan mereka tampak komitmen kuat untuk melakukan pembenahan mendasar di Perhutani. Saya bahkan secara serius mengakatakan pada pak Dirut Perhutani sebagai berikut "Bila Pak Dirut berhasil hadapi turbulensi ini maka tolong tulislah buku karena banyak orang akan belajar dari pengalaman tersebut"

Saya berharap Jajaran Dewan Pengawas Perhutani yang baru juga sungguh-sungguh untuk melakukan corrective action dalam tubuh Perhutani sebagaimana amanat Presiden.

Saya yakin mereka yg menolak P 39 belum sungguh2 memahami isi dan spirit corrective action yang terkandung dalam aturan tersebut. Bila sudah mengerti dan juga tetap menolak maka perlu dipertanyakan komitmennya untuk membangun hutan jawa yan lestari, petani sejahtera serta perhutani sehat kembali.

Chalid Muhammad
Ketua Institut Hijau Indonesia

Kades Magetan "DESAKU DALAM KEPUNGAN PENGAWAS"

By On August 24, 2017


KAREBADESA.ID - Magetan,  Salah satu tulisan seorang Kades yang akhir-akhir ini mulai viral dibeberapa media sosial tentang tulisan "Desaku Dalam Kepungan Pengawas". Berikut salah satu tulisan santun beliau yang menampar oknum tak bertanggungjawab "Silahkan saja, asal jangan berubah fungsi menjadi PEMERAS".

Untuk lebih jelasnya berikut tulisan hati Sang Kepala Desa yang diambil dari salah satu Group Media Sosial Pendamping Desa P3MD.

Setelah lebih dari 68 tahun Indonesia Merdeka, Desa (Baca Pemerintah Desa) untuk yang pertama kalinya Pemerintah Desa Indonesia mendapat perhatian agak serius dari Pemerintah Pusat dengan dilahirkanya UU No.6 Tahun 2014 Tentang "DESA".

Melalui UU DESA, Pemerintah Desa mendapat kucuran Dana pembangunan langsung dari APBN disetiap tahun anggaran berjalan.

Legal standing atas existensi Pemerintahan Desa sudah jelas berkekuatan hukum.

Secara ekonomi Aparatur Pemerintah Desa sedikit ada perbaikan dengan adanya Siltap (Penghasilan Tetap) bagi Aparatuŕ Pemerintah Desa meskipun belum bisa dicairkan setiap bulan seperti saudranya PNS , anggota TNI & Polri.

Sebelum lahirnya UU DESA, nasip Desa seperti seorang ibu yang dilupakan oleh anak-anaknya.

Sunyi, sepi, monoton, diacuhkan, dipandang sebelah mata, Desa dibuat anekdot / lelucon oleh orang2 kota atau orang-orang yang sok kekota-kotaan dg kalimat ( dasar ndesò , maklum orang kampung , orang udik dst ) .

Tingal di desa, menjadi masyarakat desa dianggap warga negara kelas dua, menjadi Petani, Pekebun, Nelayan dianggap MADESU (Masa Depanya Suram) dst, dsb, dll.

Padahal secara faktual orang yang sok kekota-kotaan tsb, makan Nasi dari beras yg ditanam masyarakat Desa, makan buah segar hasil tanaman Pekebun dari Desa, mendapat makanan sumber protein dari ikan laut hasil tangkapan dari Nelayan Desa, bahkan bisa jadi orang yang sok kekota-kotaan tsb. Lahirnya di Desa atau keturunan orang Desa.

Singkat kata dan pendek cerita Desa dianggap seperti gadis puritan , kudisan yang memalukan untuk dipandang dan didekati , apalagi dipacari.

Kini setelah lahir UU DESA dan mendapat kucuran Dana pembangunan Desa milyaran rupiah setiap tahun angaran , sepertinya terjadi paradok dimana orang2 kota mulai berduyun-duyun turun Desa , kampung bahkan gunung -gunung.

Berlagak seperti perjaka yg ingin kenal dan memikat gadis desa , ingin memacari , ingin mengawini bahkan banyak yg ingin memerkosanya.

Namun sejatinya pelecehan terhadap orang Desa terutama para Kepala Desa masih terus berlanjut , yang mana para Kepala Desa dan Perangkat Desa dianggap masuh katrok tidak cakap dan tidak mampu mengelola Dana Desa. Mungkin mereka berpikir hanya orang kotalah yang cakap dan mampu mengelola uang dalam jumlah besar .

Akibatnya Pengelolaan Dana Desa oleh Pemerintah Desa dikepung dari berbagai sisi lembaga Pengawasan.

Mulai dari Pengawasan Daerah (Inspektorat , Saber Pungli oleh Polres, TP4D oleh Kejaksaan Negeri Kabupaten, Pers / Wartawan , LSM , dsb).

Masih ditambah team pengawasan dari pusat yang terdiri dari BPKP kepanjangan tangan dari BPK , KPK , Satgas Dana Desa yang dipimpin oleh mbah Bibit Samat Riyanto ( Mantan Komisioner KPK ).

Saudara2 ku para Kepala Desa & Perangkat Desa seluruh Indonesia , sebanyak itulah pihak yang mengawasimu , namun tetaplah melangkah kedepan , berdiri tegak dengan langkah gagah , jika terpeleset akan saya papah , kalau terjatuh akan kugendong .

Lanjutkan pengabdianmu terhadap rakyat desamu dengan tanpa ragu !!!!! .

JUJUR , BERANI & WIBAWA .

Biarkan dan tetap hormati keberaaanya sebagai *PENGAWAS* tetapi lawanlah jika beralih fungsi menjadi *PEMERAS*.

Kepala Desa Anak Desa di MAGETAN. 
Oleh: Totok Sugiharto,ST.

Bayaran Mahal Pelajaran "Budaya Mengantri" Untuk Anak

By On August 24, 2017


MENGAPA GURU DI NEGARA MAJU LEBIH KHAWATIR JIKA MURIDNYA TIDAK BISA MENGANTRI KETIMBANG TIDAK BISA MATEMATIKA ?

INILAH JAWABANNYA :

Seorang guru di Australia pernah berkata :
“Kami tidak terlalu khawatir anak-anak sekolah dasar kami tidak pandai Matematika”. Kami jauh lebih khawatir jika mereka tidak pandai mengantri.”

Saya tanya "kenapa begitu?”

Jawabnya :
  1. Karena kita hanya perlu melatih anak 3 bulan saja secara intensif untuk bisa Matematika, sementara kita perlu melatih anak hingga 12 Tahun atau lebih untuk bisa mengantri dan selalu ingat pelajaran di balik proses mengantri.
  2. Karena tidak semua anak kelak menggunakan ilmu matematika kecuali TAMBAH, KALI, KURANG DAN BAGI. Sebagian mereka anak jadi penari, atlet, musisi, pelukis, dsb.
  3. Karena semua murid sekolah pasti lebih membutuhkan pelajaran Etika Moral dan ilmu berbagi dengan orang lain saat dewasa kelak.
”Apakah pelajaran penting di balik budaya MENGANTRI?”

”Oh banyak sekali.."
  1. Anak belajar manajemen waktu jika ingin mengantri paling depan datang lebih awal dan persiapan lebih awal.
  2. Anak belajar bersabar menunggu gilirannya jika ia mendapat antrian di tengah atau di belakang.
  3. Anak belajar menghormati hak orang lain, yang datang lebih awal dapat giliran lebih awal.
  4. Anak belajar disiplin, setara, tidak menyerobot hak orang lain.
  5. Anak belajar kreatif untuk memikirkan kegiatan apa yang bisa dilakukan untuk mengatasi kebosanan saat mengantri. (di Jepang biasanya orang akan membaca buku saat mengantri).
  6. Anak bisa belajar bersosialisasi menyapa dan berkomunikasi dengan orang lain di antrian.
  7. Anak belajar tabah dan sabar menjalani proses dalam mencapai tujuannya.
  8. Anak belajar hukum sebab akibat, bahwa jika datang terlambat harus menerima konsekuensinya di antrian belakang.
  9. Anak belajar disiplin, teratur, dan menghargai orang lain.
  10. Anak belajar memiliki RASA MALU, jika ia menyerobot antrian dan hak orang lain.
Dan masih banyak pelajaran lainnya.

Opini : Dana Desa Untuk Kemandirian Desa Bukan Untuk Oknum Tertentu

By On July 17, 2017

Suasana Musyawarah Desa To' Lemo
Kec. Lamasi Timur Kab. Luwu Sul-Sel
Karebadesa.id - Semua kegiatan yang ada di Desa bisa didanai Oleh DANA DESA sepanjang diputuskan MELALUI MUSYAWARAH DESA dengan mengundang semua elemen masyarakat yang ada tanpa terkecuali.

Dana Desa adalah milik rakyat DESA bukan milik desa, kelompok apalagi milik oknum tertentu. Dana Desa untuk kesejahteraan masyarakat, peningkatan perekonomian, dan pemberdayaan masyarakat desa.

Dana Desa bersumber dari Utang/Pinjaman Dari Luar Negeri atas nama rakyat Indonesia yang saat ini anak cucu dimasa akan datang sudah menanggung beban utang pinjaman rakyat dijaman sekarang.

Jadi sudah menjadi kewajiban RAKYAT mengawasi penggunaan, penyaluran dananya. Namun jangan salah juga dengan Lahirnya UU DESA NO 6 TAHUN 2014 Maka semua dana yang masuk ke desa wajib diketahui penggunaan dan sumbernya oleh RAKYAT jangan cuman berfokus dan dibutakan dengan DANA DESA, masih banyak dana/anggaran siluman yang masuk ke desa dengan jumlah besar tapi hasil dan kualitasnya NOL saat ini lolos dari pantauan dan pengawasan MASYARAKAT.

dan untuk merevitalisasi progres dan proses pengembangan dan pemberdayaan SDM di Desa maka disinilah dibutuhkan peranan institusi pendidikan dunia kampus dalam hal ini terutama pihak birokrasi memprogramkan konsep PKL/PPL/KKN di semua desa dengan berfokus pada pengembangan MAHASISWAnya yang berkarakter dan pahami UU DESA karena mereka datang dari desa, kuliah sampai luar negeri, bekerja diswasta, negeri, sampai luar negeripun nantinya pada akhirnya jika Ia anak dari desa akan Kembali Juga Ke Desa.

Disinipun diperlukan pembuktian kualitas kelembagaan kampus sebagai Agen Of Change bagaimana melibatkan setiap lembaga memiliki desa binaan yang menerapkan UU DESA.

Saya lebih mengenalkan dengan
dengan diawali "Pemuda/i Sadar Desa" dilanjutkan dengan. "Mahasiswa SUKSES DI DESA Sebelum SARJANA".

Masih banyak tentang desa yang perlu kita diskusikan namun keterbatasan waktu menulis lain kali dilanjutkan. Semoga tulisan ini bisa dibaca dan dipahami oleh pihak terkait sehingga memfasilitasi kita untuk diskusi lebih lanjut secara santun dan bermartabat.

Lamasi Timur, 12 Juli 2017
Arhyf Mande, PD P3MD Lamasi Timur.

Gerakan Sarjana Kembali Ke Desa

By On July 11, 2017

Salah Satu Pengerjaan Dana Desa T.A 2017
(Dokumentasi : Abd. Hasis G)
Semua Yang Ada Di Desa Bisa Didanai Oleh DANA DESA sepanjang diputuskan MELALUI MUSYAWARAH DESA dengan mengundang semua elemen masyarakat yang ada tanpa terkecuali.

Dana Desa adalah milik rakyat bukan milik desa, kelompok apalagi milik oknum tertentu. Dana Desa untuk kesejahteraan, peningkatan perekonomian, dan pemberdayaan masyarakat desa.

Dana Desa bersumber dari Utang/Pinjaman Dari Luar Negeri atas nama rakyat Indonesia yang saat ini anak cucu dimasa akan datang sudah menanggung beban utang pinjaman rakyat dijaman sekarang. Jadi sudah menjadi kewajiban RAKYAT mengawasi penggunaan, penyaluran dananya.

Namun jangan salah juga dengan Lahirnya UU DESA NO 6 TAHUN 2014 Maka semua dana yang masuk ke desa wajib diketahui penggunaan dan sumbernya oleh RAKYAT jangan cuman berfokus dan dibutakan dengan DANA DESA, masih banyak dana/anggaran siluman yang masuk ke desa dengan jumlah besar tapi hasil dan kualitasnya perlu dipertanyakan saat ini lolos dari pantauan dan pengawasan MASYARAKAT.

dan untuk merevitalisasi progres dan proses pengembangan dan pemberdayaan SDM di Desa maka disinilah dibutuhkan peranan institusi pendidikan dunia kampus dalam hal ini terutama pihak birokrasi memprogramkan konsep PKL/PPL/KKN di semua desa dengan berfokus pada pengembangan MAHASISWAnya yang berkarakter dan pahami UU DESA karena mereka datang dari desa, kuliah sampai luar negeri, bekerja diswasta, negeri, sampai luar negeripun nantinya pada akhirnya jika Ia anak dari desa akan Kembali Juga Ke Desa.

Disinipun diperlukan pembuktian kualitas kelembagaan kampus sebagai Agen Of Change bagaimana melibatkan setiap lembaga memiliki desa binaan yang menerapkan UU DESA.

Saya lebih mengenalkan dengan "GERAKAN SARJANA KEMBALI KE DESA" dengan diawali "Pemuda-Pemudi Sadar Desa" dilanjutkan dengan. "Mahasiswa SUKSES DI DESA Sebelum SARJANA".

Masih banyak tentang desa yang perlu kita diskusikan namun keterbatasan waktu menulis lain kali dilanjutkan. Semoga tulisan ini bisa dibaca dan dipahami oleh pihak terkait sehingga memfasilitasi kita untuk diskusi lebih lanjut secara santun dan bermartabat.

Lamasi Timur, 12 Juli 2017
Arhyf Mande,
PLD/PD P3MD Lamasi Timur.

Gerakan Literasi Desa Untuk Kemandirian Desa

By On July 04, 2017

Said Rasyid, ST. Tenaga Ahli PSD P3MD Kab. Luwu
Karebadesa.id - Belopa, Kabupaten Luwu, Muh. Said Rasyid, ST. Yang akrab disapa Saras, salah satu tenaga ahli P3MD Luwu bidang Pelayanan Sosial Dasar Menyerukan pentingnya menyuarakan gerakan literasi desa. Menurutnya, sejak lahirnya UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa, maka dalam keadaan yang sama Desa telah diberikan porsi yang lebih untuk mengurus dan mengatur pola pelayanan dan pengelolaan Sumber daya yang dimiliki. Dengan kata lain, saat ini desa telah otonom. Dengan adanya program dana desa yang diprogramkan pemerintah pusat, tentu harus ditunjang dengan SDM yang memadai di setiap desa untuk mengelolah dana tersebut.

Sumber Daya Manusia (SDM) di desa harus menyiapkan diri, mengetahui setiap regulasi yang berkaitan dengan desa agar desa tersebut dapat mandiri tidak ketergantungan ke pihak lain dalam pengelolaan dana.

Setiap anggaran negara yang digelontorkan pemerintah selalu dibarengi aturan sebagai pedoman dalam pengelolan dana desa. Untuk mencapai hal tersebut perlu adanya gerakan yang mencerdaskan masyarakat desa. 

Salah satu cara untuk meningkatkan kapasitas masyarakat pedesaan yakni gerakan literasi desa. Gerakan literasi (membaca dan menulis) merupakan salah satu aktifitas penting dalam hidup. Sebagian besar proses pendidikan bergantung pada kemampuan dan kesadaran literasi.

Budaya literasi yang tertanam dalam setiap orang akan mempengaruhi tingkat keberhasilan baik di dunia pendidikan maupun dalam kehidupan bermasyarakat.
Selama ini gerakan literasi hanya dilakukan di sekolah- sekolah padahal literasi juga sangat penting diterapkan di daerah pedesaan.

"Defenisi otonom adalah kemandirian sebuah lembaga atau kelompok untuk mengatur dan mengurus anggotanya dalam mencapai tujuan tertentu," kata Saras.

Jika defenisi tersebut di-break down, dalam kondisi umum desa saat ini, maka yang hadir dalam alam pemikiran kita adalah Desa telah cerdas dan memiliki perangkat yang mapan secara intelektual dalam merespon dan mengimplementasikan pasal demi pasal dalam UU Desa No. 6 Tahun 2014. Namun keadaan berbicara lain, undang – undang Desa sulit dilaksanakan.

Proses perencanaan desa amburadul, proses pelaksanaan kacau dan administrasi pelaporan tidak jelas. Ini membuktikan bahwa Negara membuat regulasi kepada komunitas yang tidak siap. 

Ujung–ujungnya Negara harus menyiapkan Tenaga Profesional Pendamping Desa yang diamanahkan melakukan pendampingan Full Time kepada Desa.

Mereka dituntut menghadirkan solusi strategis atas masalah yang dihadapi Desa dampingannya. Namun sampai saat ini ukuran keberhasilan pendampingan desa belum maksimal. Bahkan belum ada satu lembaga advokasi atau lembaga survey yang melakukan kajian khusus tentang tingkat keberhasilan Pendampingan Desa.

Keadaan ini masih terus berlanjut sampai sekarang, dimana Tenaga Profesional Pendamping Desa telah disiapkan oleh Negara, namun hasilnya masih belum maksimal.

Bahkan, hasil pemeriksaan yang dilakukan mulai dari Bawasda Kabupaten Luwu, BPKP dan BPK serta lembagai lainnya masih menemukan hampir seluruh desa dikategorikan bermasalah.

Permasalahan yang muncul setelah dikaji secara keseluruhan berangkat dari ketidak berdayaan Pemerintah Desa dalam mengimplementasikan keinginan UU No. 6 tahun 2014 yang didukung oleh puluhan Permendagri, PMK dan Permendes yang setiap saat mengalami perubahan – perubahan. 

Satu kata kunci disini yakni; SDM pemerintah Desa belum sepenuhnya siap melaksanakan UU Desa No. 6 Tahun 2014.

Secara khusus kata Said Rasyid Tim Tenaga Ahli Pelayanan Sosial Dasar (PSD) Kabupaten Luwu menilai bahwa kurangnya respon positif Pemerintah Desa Terhadap Otonomisasi Desa diakibatkan oleh minimnya SDM Pemerintah dan Masyarakat Desa.

Oleh karena itu, demi mengatasi hal tersebut maka penting kiranya kita harus melakukan rencana strategis secara sistematis, terukur dan terorganisir untuk meningkatkan kualitas dan SDM pemerintah Desa. Tentunya dengan prinsip keberdayaan dan kemandirian sesuai dengan UU Desa No. 6 Tahun 2014.

Gerakan LITERASI DESA adalah salah satu instrumen sederhana, murah dan mencerminkan kerja keras pemerintah Desa dalam meningkatkan dan mengembangkan potensi yang mereka miliki. Gerakan ini diharapkan mampu membangunkan ketidak berdayaan Desa selama ini.

"Paling kurang 30 menit Sebelum memulai aktifitas di kantor, semua perangkat desa diwajibkan membaca apa saja terutama aturan yang berkaitan dengan desa, " Ujarnya.

Dia menambahkan Gerakan Literasi Desa merupakan wujud dan tindak Lanjut yang diperluas dari Kebijakan Nasional Yakni. Gerakan Literasi Nasional diprakarsai oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Sumber : spotdesa.com

RPJMDesa sesuai Permendagri 114/2014

By On June 20, 2017


RPJMDesa sesuai Permendagri 114/2014 adalah merupakan penjabaran dari Visi Misi Kepala Desa terpilih sebagaimana yang disampaikan pada waktu kampanye, berarti periode RPJMDesa harus mengikuti Periode tahun Kades terpilih.

Maka ketika seseorang akan mencalonkan diri menjadi Kades, seharusnya Beliau sudah melakukan tahapan Pengkajian Keadaan Desa berupa "Data analisa masalah yang terjadi di dusun-dusun dan lingkup Desa disertai penjabaran solusinya". Data tersebut merupakan data awal yang harus dimiliki sebelum melakukan kampanye dengan menyampaikan program-programnya.

Tim kampanye harus cermat, cerdas, dan memberikan solusi yang positif dan realistis dalam menyusun Visi dan Misi seorang Calon Kades, berdasarkan pada data Kajian Keadaan Desa tersebut. Visi Misi waktu kampanye ini harus terdokumentasi secara tertulis, disampaikan secara terbuka kepada warga masyarakat, dan dapat diakses oleh warga desa sebagai sebuah komitmen atau kontrak awal dalam penyelenggaraan pemerintahan desa apabila terpilih sebagai Kepala Desa kelak.

Jadi bentuk kampanye yang ideal adalah sebuah "forum diskusi" di masing-masing Dusun untuk membahas konsep Visi Misi dari seorang Calon Kades menjadi sebuah strategi dalam memajukan desa dan menjalankan Manajemen Pemerintahan Desa secara efektif jika terpilih kelak. Maaf, bukan sekedar tempel-tempel gambar, panggung-panggung hiburan, dan bakti sosial sebagai bentuk sosialisasi calon Kades.

Setelah terpilih, maka Kades bisa langsung membentuk Tim Penyusun RKPDesa untuk menjabarkan Visi dan Misi tersebut menjadi bentuk-bentuk kegiatan dalam rangka pencapaian dari Visi misi tersebut, yang tertuang dalam kegiatan tahunan selama periode jabatan Kades tersebut. 

Jika hal ini dilaksanakan secara profesional oleh seorang Calon Kades, maka Perencanaan Pembangunan Desa yang tertuang di dalam RKPDesa dan dijabarkan menjadi APBDes akan lebih mudah, karena sudah ada dokumen yang menjadi acuan program kerja selama Periode Pemerintahan Kades.

Musyawarah Pembangunan Desa tinggal mem-break down program-program yang ada di RPJMDesa tersebut menjadi kegiatan program-program tahunan.

Semoga bermanfaat buat semua pelaku ditingkat desa, terimakasih.

Oleh : Agus Subgya

Tiga (3) Hal Dasar Yang Melekat Pada Pribadi Manusiawi Kita

By On June 16, 2017


3 Hal dari Allah yang Melekat pada Kita Sejak lahir :
1. Rejeki
2. Jodoh
3. KEMATIAN (Maut)

REJEKI & JODOH Kita Semua Berlomba-lomba mengejar, mencari, dan meraihnya baik itu melalui do'a dan usaha...

Tapi KEMATIAN (MAUT) Tidak banyak diantara kita yang berani berlomba-lomba mengejar, mencari, dan meraihnya melalui do'a-do'a padahal semua yang hidup akan MATI...

Rejeki dan Jodoh adalah ketetapan yang tidak akan pernah tertukar namun butuh usaha dan do'a untuk mendapatkannya.

Rejeki akan selalu dicukupkan oleh Allah jika kita pandai bersyukur, tidak ada yang terlahir kaya maupun miskin namun semua kita ini terlahir tanpa busana sekalipun. Kaya dan miskinnya kita dari pandangan kasat mata manusiawi itu tergantung bagaimana kita pandai mensyukuri nikmat dari Allah. (Lebih detailnya Ayooo Buka & Baca Al-Qur'an).

Jodoh sudah ditetapkan juga bagi setiap individu karena setiap yang ada dimuka bumi ini kata Allah diciptakan secara berpasang-pasangan. Contoh ada siang maka ada malam, ada laki-laki maka pasti ada wanita. Maka untuk mendapatkan jodoh itu harus dengan ikhtiar dan keseriusan dalam berusaha. Mungkin pernah terlintas atau terdengar ada yang berkata "Itu si Fulan(i) sudah tua sampai meninggal tidak menikah - menikah, katanya semua yang lahir sudah ada jodoh dan diciptakan berpasang-pasangan..???"
Yahhh kalau kita melihat secara kasat mata maka kita akan melihat hal serupa dijumpai dibeberapa tempat namun dalam tulisan saya ini tidak akan saya bahas secara detail berhubung takut ada yang berkomentar nih "ahh pandai kau nulis sementara kau saja belum nikah-nikah" hehehe (bukan curhat atau promosi yahhh).
Setelah tiba waktunya akan kita bahas secara detail dalam tulisan saya berikutnya.

Namun saya cuman mau sedikit memberi gambaran bahwa jika ingin mendapat jodoh yang baik maka pantaskan diri untuk mendapatkan yang baik karena Kata Allah wanita yang soleha hanya untuk laki-laki yang soleh begitupun sebaliknya boleh buka QS.An-Nur:26. (Nah selanjutnya akan kita bahas dilain waktu).

Sementara KEMATIAN adalah proses yang akan terjadi dan rasakan bagi semua yang hidup dimuka bumi ini. Allah tidak akan mengubah baik itu menambah atau mengurangi umur seseorang namun bertambahnya dalam pandangan Qur'an dan Hadits tidak lain dan bukan karena Amal soleh manusia itu sendiri. (Ayooo buka Qur'an Surah Yunus dan Surah Ali Imran dll).

Mungkin cukup sekian dulu sekelumit tulisan saya ini semoga bermanfaat. Mari Kita Manfaatkan Sisa-sisa waktu Ramadhan ini untuk memperbanyak Kebaikan sebelum Bulan Suci Ramadhan ini meninggalkan kita ataukah kita yang benar-benar akan meninggalkan Bulan Suci Ramadhan...

Lamasi, 16.06.17
Arhyf Mande', S.Kom

Pola Pikir Inspektorat & BPK Tentang Penyalah gunaan Dana Desa

By On June 16, 2017


Tertangkapnya enam oknum BPK dan seorang oknum kementrian PDTT (Jurnal.Com. sabtu,27/05/2017) mengejutkan banyak pihak. Apalagi oknum PDTT yang ditangkap, pejabat setingkat Dirjen, ketua UPP (Unit Pemberantasan Pungutan Liar) Kemendes PDTT yang baru dibentuk oleh Mentri Eko Putro Sandjojo.

Peristiwa OTT oleh KPK mengindikasikan bagaimana semrawutnya kondisi Managerial pemerintahan di kementrian PDTT yang digawangi oleh Mentri Eko Putro Sandjojo.

Kondisi demikian, makin terasa jika dihubungkan dengan beban desa dalam pengelolaan roda pemerintahan desa. Kesalahan dalam pengelolaan, akan berakibat patal. Terutama dalam pengelolaan dana desa. Dana desa yang salah kelola, akan menjadi sasaran tembak BPK dan Inspektorat.

Bukankah wajar, jika penggunaan dana desa harus diawasi, dan penyalah-gunaan dalam pelaksanaan dana, harus memperoleh sanksi. Dan pihak yang paling berkompeten dalam mengaudit dana desa, Inspektorat dan BPK.

Logika yang dibangun diatas, sepintas, terlihat benar dan tidak salah. Benar dan tidak salah, jika saja, segala perangkat pendukungnya telah dipersiapkan secara matang oleh kementrian PDTT. Namun, jika hal demikian belum dilakukan. Maka, apa yang dilakukan oleh Inspektorat dan BPK adalah sesuatu yang salah. Terdapat sesat pikir pada tindakan yang dilakukan Inspektorat dan BPK.

Dalam tinjauan sesat pikir yang dilakukan oleh Ispektorat dan BPK saya membatasi diri hanya pada penggunaan dana dalam pekerjaan infrastruktur. Sedangkan untuk bidang yang lain, akan saya bahas pada tulisan yang lain.

Kondisi kekinian yang terjadi pada desa.

Kondisi kekinian yang terjadi di desa, dapat digambarkan, desa dibiarkan berjalan tanpa di dampingi oleh Kader Tehnik Desa dan Pendamping Desa Tekhnik Infrastruktur (PDTI). Jumlah mereka bukan tidak ada sama sekali. Melainkan sangat minim, jika dibandingkan dengan kebutuhan yang harus dipenuhi. Sebagai contoh, Provinsi Banten. Dari kebutuhan PDTI sebanyak 110 PDTI hanya terisi sebanyak 15 PDTI. Artinya, hanya terisi sebanyak 13,64 % dari kebutuhan PDTI. Hal yang sama, hampir terjadi pada semua Provinsi di Indonesia.

Akibatnya, sebanyak 86,36 % kecamatan yang tanpa didampingi tenaga PDTI akan mencari tenaga Tekhnik dari luar kecamatan dan luar dari PDTI. Sebuah langkah terobosan cerdas yang dibenarkan secara aturan. Namun, dari kondisi inilah semua masalah berawal.

Indikasi Penyalah gunaan Dana yang dilakukan Desa.

Dalam pemeriksaan (audit) yang dilakukan oleh Inspektorat atau BPK, maka dasar kerja yang mereka lakukan adalah pemisahan secara tegas antara rencana, pelaksanaan dan hasil akhir yang diperoleh. Tanpa melihat latar belakang, mengapa hal demikian dapat terjadi.

contohnya, Jika pada rencana anggaran biaya, pembuatan pekerjaan jalan dengan rabat beton misalnya, tertera panjang 100 meter, maka hasil akhir yang dilihat oleh Inspektorat dan BPK haruslah 100 meter. Jika kurang dari 100 meter, maka desa terindikasi melakukan penyalah gunaan dana Infrastrukture.

Padahal, pada kenyataannya, desa tidak melakukan penyalah gunaan dana infrastruktur. Lalu, dimana masalahnya. Sehingga timbul masalah dengan kesimpulan akhir, telah terjadi penyalah gunaan dana Infrastrukture.

Untuk menjawab pertanyaan ini, kemungkinannya adalah sebagai berikut :

Satu, Desa menggunakan jasa non PDTI.

Ketika desa ingin merencanakan jalan rabat 100 meter, Desa memberikan data pada pembuat RAB (Rencana Anggaran Biaya) non PDTI, berupa jumlah nominal dana tersedia sesuai RAPBDes, panjang rencana jalan dan daftar survey harga. Setelah dihitung oleh non PDTI ternyata, panjang jalan yang dimungkinan dengan harga nominal yang sesuai APBDes hanya cukup 80 m. data ini, lalu diberikan pada desa, Namun, desa bersikeras agar dana tersebut cukup untuk 100 m. Akibatnya, sang pembuat RAB non PDTI melakukan modifikasi berbagai hal. Bisa dengan memperkecil harga beli material, atau menambah swadaya tenaga kerja (HOK) atau dengan merubah analisa. Apa yang terjadi kemudian?. Ketika pelaksanaan dilakukan, harga material yang dibeli oleh TPK tetap seharga material ketika dilakukan survey. Demikian juga jumlah swadaya tenaga kerja, tidak mungkin digenjot sebanyak yang sesuai pada RAB. Akibatnya, ketika TPK dengan segala upaya penghematan telah berupaya pada pekerjaannya, maka hasil akhir yang mampu mereka peroleh hanya 90 m.

Dua, Desa menggunakan Jasa non PDTI.

Karena, prinsip awalnya tenaga akhli non PDTI hanya memikirkan fee yang bakal mereka peroleh ketika membuat RAB. Maka, non PDTI hanya memerlukan data berapa besar nominal pekerjaan sesuai APBDes dan berapa target volume yang diingnkan desa. Kemudian, mengerjakan RAB sesuai permintaan sang pemberi order, dalam hal ini desa. Maka, akibat yang terjadi, hasil akhir akan sama seperti yang terjadi pada point satu.

Tiga, Menjadi obyek para Tenaga Ahli Kabupaten.

Para tenaga Ahli, akan berusaha mengumpulkan desa-desa pada kecamatan yang tak memiliki PDTI. Lalu, dengan bahasa pembinaan, dibuatlah RAB secara massal dan dengan waktu singkat. Mereka yang dibina adalah tenaga desa, yang sama sekali awam tentang Tekhnis. Lalu, dengan biaya pembinaan yang tidak kecil, selesailah RAB yang dikerjakan. Dengan cara pembinaan yang ngebut dan dikerjakan tenaga awam, maka hasil yang diperoleh sangat meragukan, jika tidak dapat dikatakan amburadul.

Dari ketiga kemungkinan diatas, apakah desa melakukan penyalah gunaan dana? Sama sekali tidak, desa tidak melakukan penyalah gunaan dana.

Empat, Pendampingan yang Mutlak dibutuhkan.

Okelah, urusan pembuatan RAB sesuai dengan kondisi ideal. Apakah masalahnya selesai? Ternyata belum. BPK dan Inspektoran memerlukan laporan pelaksanaan, bagaimana laporan penggunaan dana (LPD), bagaimana dana dicairkan (RPD), bagaimana kualitas Material yang digunakan, dan kapan dana berikutnya dicairkan (verifikasi). Untuk mengawasi seluruh tahap pelaksanaan itu, kehadiran PDTI mutlak dibutuhkan desa. Pertanyaannya, apakah non PDTI mau mendampingi proses pelaksanaan ini? Hemat saya, hal ini sulit dilakukan.

Dengan melihat empat kemungkinan diatas. Apakah benar jika desa dibidik oleh BPK dan Inspektorat terhadap tuduhan penyalah gunaan dana infrastruktur yang dilakukan desa. Meski desa memang tidak melakukannya.

Jika Inspektorat dan BPk tetap pada prinsipnya, ingin melakukan sanksi terhadap penyalah gunaan dana desa Infrastrukture. Maka, kondisi inilah yang saya sebut sebagai sesat pikir BPK dan Inspetorat.

Lalu, siapa yang paling bertanggung jawab atas fenomena diatas? Dengan tegas, saya katakan, kementrian PDTTlah yang paling bertanggung jawab. Merekalah pihak yang paling dulu ditangkap oleh BPK dan Inspektorat.

Desa hanyalah korban dari kebijakan yang dilakukan PDTT. Kebijakan yang berimbas pada tidak terpenuhinya kuota kebutuhan PDTI pada setiap kecamatan. Apapun alasannya. Bukankah pemerintahan Jokowi sudah berlangsung selama tiga tahun. Lalu, apa saja tugas yang mereka lakukan, hingga soal perekrutan PDTI saja, hingga kini belum selesai? Wallahu A’laam.

LEGENDA DAN KEYAKINAN TENTANG BAMBU DI BERBAGAI BUDAYA DI ASIA

By On May 28, 2017

Fhoto by Yhogi
MEMAHAMI FILOSOFI, LEGENDA DAN KEYAKINAN TENTANG BAMBU DI BERBAGAI BUDAYA DI ASIA 
by: Fadly Paradja

Bambu adalah tanamanan yang unik. Ketika bambu ditanam, pada tahun pertama hingga tahun ke empat ia memperlihatkan pertumbuhan yang sangat lambat. bagaimana pun kita menyiram dan merawatnya, sepanjang masa itu, tak banyak berkembangan yang dinampakkannya. orang yang menanam mungkin akan terkecoh, merasa dirinya telah gagal menanam pohon bambu tersebut. Sebenarnya, itu karena pada empat tahun pertama tersebut bambu memperkuat struktur akarnya, mengeraskan tanah dan mengambil ruang bersaing dengan tanaman lain. Setelah pertumbuhan akar sudah rampung, memasuki tahun ke lima atau masa dewasanya, barulah bambu menunjukkan pertumbuhan yang sangat cepat, bisa mencapai pertumbuhan 60-100 cm per-hari. Proses kehidupan pohon bambu ini mengandung filosofis buat manusia, yakni betapa fondasi yang kuat sangat diperlukan. 

Ketika telah memiliki struktur akar yang kuat, bambu yang tergolong tanaman rumput, akan menjadi rumput yang berbeda. Tingginya bisa terentang dari 30 cm hingga 30 meter. hingga potensi dan Kegunaan yang ditimbulkannya, membuatnya memiliki nilai tersendiri. dari hal ini, manusia bisa mengambil pelajaran bahwa latar belakang bukanlah penentu, melainkan bagaimana kita berupaya mempersiapkan dan mengekspresikan potensi diri, Itulah yang akhirnya membuat kita menjadi pribadi luar biasa. 

Pohon bambu juga mengajari kita soal fleksibilitas. Dengan akar yang kuat dan batang yang lentur, bambu memiliki ketahanan yang tinggi dari terpaan angin. Saat angin kencang bertiup dan banjir melanda, bambu tetap bisa bertahan. Dia melambai gemulai mengikuti kecepatan angin. Akarnya yang kokoh tetap bertahan menahan gerusan banjir yang akan menghayutkannya. Saat pohon-pohon lain bertumbangan, bambu tetap tegak berdiri dan berayun gemulai.

Dalam khazanah kesusastraan Makassar (Sulawesi Selatan), terdapat jenis kesusastraan klasik yang mengandung ajaran moral. Masyarakat pendukungnya menyebut atau menamakan jenis kesusastraan ini dengan nama pappasang atau sering disingkat pasang. berikut ini adalah pappasang yang menggunakan bambu sebagai latar belakang filosofinya:

“Abbulo sibatang paki antu, mareso tamattappu, nanampa nia sannang ni pusakai”. (Jadilah seperti sebatang bambu, yang mengusahakan sesuatu secara diam-diam dengan tidak menyebutkannya, lalu tanpa disadari telah memiliki kesejahteraan yang bisa diwariskan)

Pappasang (ajaran moral) ini, nampaknya menimba pesan moral dari pertumbuhan bambu tahun pertama hingga tahun ke-empat, yaitu dalam masa pertumbuhan struktur akar, yang pada masa itu kelihatannya tidak memperlihatkan adanya pertumbuhan batang yang signifikan di permukaan. Hingga setelah memasuki tahun kelima yaitu masa dewasanya, barulah bambu kemudian memperlihatkan pertumbuhan yang sangat pesat.

Jadi, saya pikir, penyampaian Pappasang (ajaran moral) tersebut harus diikuti dengan penuturan fase hidup tanaman bambu, agar pendengarnya dapat mencerna dengan mudah maksud dari ajaran moral yang ingin disampaikan. Jika sekedar pappasang itu saja, saya yakin, yang tidak mengetahui fase hidup tanaman bambu tak akan mengerti maksud sebenarnya.

Sepanjang sejarah, bambu telah disimbolkan banyak hal yang berbeda pada berbagai Negara. Di Cina bambu melambangkan umur panjang karena kekuatannya, ketahanan, kemampuan beradaptasi dan daya tahan untuk bertahan hidup dalam kondisi paling keras dan masih bertahan dan berkembang. 

Dalam kebudayaan Cina, Bambu adalah salah satu dari "Empat Gentlemen" atau disebut juga "empat kemuliaan" (bambu, anggrek, bunga plum dan krisan). Bambu memainkan peranan penting dalam budaya tradisional Cina, bahwa ia dianggap sebagai model perilaku manusia. Bahwa Bambu memiliki fitur seperti kejujuran, keuletan, kelapangan hati, ketulusan, keanggunan, meskipun tidak kuat secara fisik. 

Di Cina, ada banyak puisi metafora tentang Bambu yang ditulis oleh penyair Cina kuno. seorang penyair kuno, Bai Juyi (772-846), berpikir bahwa untuk menjadi sosok yang dihargai dan memiliki kemuliaan, seorang pria tidak perlu kuat secara fisik, tapi ia harus kuat mental, tegak, dan gigih. Sama seperti bambu yang berongga, Dia harus membuka hatinya untuk menerima apapun yang bermanfaat dan tidak pernah memiliki kesombongan atau prasangka.

Di Jepang, hutan bambu kadang-kadang mengelilingi kuil Shinto sebagai bagian dari penghalang suci melawan kejahatan . Banyak kuil Buddha juga memiliki rumpun bambu, sebagai cara untuk menciptakan lingkungan meditatif dan damai.

Di Vietnam, Bambu memainkan bagian penting dari budaya. Bambu melambangkan semangat Vovinam (seni bela diri Vietnam): cương nhu phối triển (koordinasi antara seni bela diri keras dan lunak). Bambu juga melambangkan asal kelahiran bagi orang Vietnam, juga sebagai simbol spirit orang-orang vietnam, yaitu: kesopanan, keterusterangan, kerja keras, optimisme, persatuan, dan kemampuan beradaptasi. Sebuah pepatah Vietnam mengatakan, "Ketika bambu tua, kecambah bambu muncul", artinya Vietnam tidak akan pernah dapat dimusnahkan; jika generasi sebelumnya meninggal, anak-anak mengambil tempat mereka. Oleh karena itu, bangsa Vietnam dan nilai-nilai kearifan local dalam masyarakat Vietnam akan senantiasa dipertahankan dan dikembangkan. Adalah umum terlihat bagaimana Desa-desa tradisional di Vietnam dikelilingi oleh pagar bambu ( Luy tre ).

Banyak budaya Asia memiliki legenda dan keyakinan di seputaran tentang bambu. Selain penuturan Orang Luwu, yang mengatakan leluhurnya (Batara Guru) muncul dari sebatang bambu, ternyata, hal ini ada kesamaan dengan kepercayaan orang Andaman, yang menganggap bahwa manusia pertama lahir di dalam sebatang bambu besar. Selanjutnya, Orang China pun juga memiliki penuturan kisah leluhur seperti itu. Hanya saja, disana, mereka menyebutnya muncul dari sesuatu yang mirip tunas bambu (rebung). Lalu, ada juga sebuah legenda di Malaysia, juga bercerita tentang bagaimana seorang pria menemukan seorang wanita di dalam sebuah batang bambu.

Secara intuitif, saya menangkap kemungkinan bahwa yang dimaksud “muncul atau keluar dari batang bambu” dalam mitologi leluhur atau manusia pertama di berbagai daerah tersebut, bisa jadi bermakna bahwa leluhur atau manusia pertama itu adalah sosok yang penuh perjuangan dalam proses awal merintis kehidupan di sekitarnya. Hingga akhirnya berhasil dan menjadi figur yang sangat dihormati oleh pengikutnya atau masyarakat di sekitarnya. Dengan kata lain, kemungkinan perspektif orang jaman dahulu ketika melihat sosok yang tekun dan sabar dalam suatu usaha lalu kemudian berhasil, seperti melihat sosok yang keluar atau muncul dari dalam bambu.

(tulisan ini merupakan ringkasan dari sub-Bab buku "Menelusuri Jejak Manusia Pertama Di Tana Luwu" yang sementara saya susun).

Rayakan Literasi Budaya
Hidupkan Kearifan Lokal
Selamatkan Generasi Masa depan.

Contact Form

Name

Email *

Message *