HEADLINE NEWS

7 Tahun Hadirnya Undang-Undang Desa

By On January 14, 2021



7 Tahun Hadirnya Undang-Undang Desa di Indonesia memberikan dampak yang sangat signifikan dalam pembangunan baik itu Pembangunan Infrastruktur dan Pengembangan Ekonomi Desa sudah sepenuhnya dipercayakan untuk dikelola langsung oleh Pemerintah Desa dan ini salah satu keberhasilan rumusan strategi Pemerintah Pusat dalam hal ini Bapak Presiden Jokowi melalui Kementrian Desa PDTT mulai dari Bpk Mendes PDTT Marwan Ja'far, Bpk Mendes PDTT Eko Putro Sandjojo hingga saat ini dibawah kepemimpinan Gus Menteri Desa PDTT Gus Abdul Halim Iskandar dengan prinsip membangun Indonesia dari Desa. Teringat tulisan Bung Hatta tentang desa, “Indonesia tidak akan besar karena obor di Jakarta, tapi Indonesia akan bercahaya karena lilin-lilin di desa”. Walaupun kekuatan UU Desa tersebut belum nampak secara utuh bagi Desa dimana masih ada beberapa Daerah yang minim pengetahuan tentang UU Desa tersebut tetapi setidaknya lewat perpanjangan tangan melalui Program P3MD Kementrian Desa PDTT Undang-Undang Desa Nomor 6 Tahun 2014 tersampaikan hingga ke Pelosok Desa.

Hampir 4 Tahun lewat Pendamping Desa kita terus mensosialisasikan UU Desa Nomor 6 Tahun 2014 kepada Pemerintah Desa, Masyarakat Desa baik lewat Musyawarah Desa, Banner, Spanduk, Baliho, maupun media lainnya walau tidak sedikit rintangan dan tantangan yang dihadapi dilapangan twrkait karakter, adat dan budaya setempat tetapi ini menjadi spirit dan semangat untuk semakin lebih dekat dengan Warga Desa.
Jika diingat-ingat belum pernah kita duduk dengan Para Senator Perwakilan Rakyat baik Daerah, Provinsi, maupun Pusat sambil ngopi diskusi bertukar ide dan gagasan bersama para pemerhati Desa tentang "Kewenangan Desa" sehingga dapat tertuang dalam Dokumen resmi berupa "PERDA" sebagai bentuk keseriusan 100% Pemda dan Para Senator Perwakilan Rakyat di Daerah Mendukung Pemerintah Desa dan Masyarakatnya lebih kreatif mendesain Potensi Desa sebagai sumber Ekonomi Desa.

Kita berharap 7 Tahun Hadirnya Undang-Undang Desa yang dibackup oleh "Dana Desa" di Negeri ini bisa lebih mendewasakan "Desa baik itu Kelembagaan di Desa Hingga Masyarakatnya" untuk dapat lebih mandiri dan berkontribusi aktif bagi Ketahanan Nasional.

Usia 7 Tahun sudah semisal masuk Sekolah Dasar sudah bisa baca tulis dan berhitung sama halnya dengan "DESA" kita berharap Baik Pemerintah maupun Masyarakatnya sudah seharusnya bisa memberikan hitungan gambaran Program yang relevan dalam bentuk tulisan dan aksi nyata untuk pembangunan dan pengembangan Ekonomi Desa yang seharusnya dicapai ditahun berikutnya. Desa seharusnya tidak lagi terkendala pada aturan dan mekanisme pelaporan secara Digital karena sudah menjadi santapan selama 5 Tahun terakhir, SDM unggul sudah terbentuk, Polemik Kelembagaan Desa seharusnya sudah Clear, dan saatnya Generasi Muda terutama adek-adek Milenial yang berkompten kembali ke Desa untuk berkontribusi aktif menjadi Garda Terdepan dalam Penyusunan Strategi Pengembangan Potensi Ekonomi Desa.


Salam Hangat dari Kami
#Lamasi_Timur 
#Kabupaten_Luwu 
#Sulawesi_Selatan
#DesaMandiriIndonesiaMaju
#SDGs #7TahunUndangUndangDesa


BANK DATA DESA Untuk Siapa...???

By On February 06, 2020

BANK biasanya diidentikkan dengan Uang, Penyimpanan, Peminjaman, Utang,  Ekonomi,  dan Sumber Yang Bernilai dengan nominal Namun kali ini konsep itu berbeda yang akan dikembangkan di desa BANK tidak hanya diidentikkan dengan pemahaman masyarakat tentang kaitan dengan Uang tapi kita membangun BANK DATA DESA yang tidak hanya berbicara tentang Uang tapi kita lebih secara luas yaitu KESEJAHTERAAN.

Sederhananya begini Kita selalu menuntut sebuah Keadilan contoh misalnya Ada bantuan dari Isntansi/SKPD tertentu yang ditujukan untuk kelompok masyarakat kreatif di desa sebanyak 5 kelompok untuk 5 desa namun karena data tidak valid sehingga Instansi/SKPD tersebut hanya membagikan bantuan tersebut hanya kepada 3 desa. Maka muncul beberapa kecurigaan dan pertanyaan dari masyarakat. Tidak perlu saya sebutkan satu persatu pembaca pasti sudah tahu...

Nahh positifnya kemungkinan bahwa semua desa punya kelompok kreatif tersebut tapi karena desa tidak memiliki sumber data sehingga kadangkala biasa di desa tercipta Kelompok Sim Salabim sekedar untuk mendapatkan bantuan.

Nahh kemudian kita sering melihat dan mendengar keluhan kelompok2 masyarakat tertentu terkait pembangunan di desa yang seringkali pemerintah desa abaikan sehingga memunculkan polemik dan permasalahan baru yang bisa memicu munculnya figure tandingan sang kepala desa. Sejak bergulirnya dana desa dari 2015-2019 beberapa perhelatan pesta demokrasi di desa memberikan beberapa kejutan menarik salah satunya semakin meningkatnya jumlah petahana Kepala Desa yang ditumbangkan oleh pendatang baru padahal seharusnya dengan Adanya Dana Desa yang notabenenya Kepala Desa sebagai Kuasa Pengguna Anggaran harusnya mampu mempertahankan singgasana kekuasaan di desa Lalu apa yang perlu dilakukan untuk perbaikan kali ini bagi Kepala Desa yang memimpin kami menawarkan Konsep BANK DATA DESA yang notabenenya bukan semata bertujuan untuk mempertahankan KEKUASAAN tapi lebih kepada menciptakan KEADILAN dan KESEJAHTERAAN Bagi Seluruh Rakyat Di Desa.

Apa BANK DATA DESA itu..???
Bank Data Desa ini sebenarnya beberapa desa sudah melakukan namun beberapa titik lemahnya belum ditambal oleh mereka yang memimpin sehingga seringkali hanya sesaat. Nah Bank Data Desa yang kita tawarkan akan menghadirkan apa yang menjadi amanah Undang-Undang.

BANK DATA DESA bagi masyarakat memudahkan kita mengetahui dan menghadirkan perubahan di Desa sehingga Bagi Kepala Desa yang memimpin tanpa harus memikirkan Posisi dan Jabatannya dengan sendirinya Tuhan dan Masyarakat Desa akan mempertahankan hingga 3 Periode bahkan lebih dari yang diharapkan...

Apakah sudah ada Desa yang menerapkan...???
Di Indonesia mungkin ada bisa jadi kita akan menyebut Desa Ponggo tapi menurut hemat saya masih ada yang perlu dibenahi namun sepertinya belum dilakukan oleh Desa tersebut.
Tapi bicara Kabupaten Luwu khususnya itu sebenarnya ada namun belum maksimal dan kita akan lihat sejauh mana keberanian Sang Kepala Desa menerapkan kebijakan itu yang Notabenenya Kita Semua paham bahwa KEPALA DESA adalah Jabatan Politik yang hadir dari Pilihan Rakyat Desa yang menginginkan KEADILAN dan KESEJAHTERAAN BAGI SELURUH RAKYAT DESA.

😁😁😁🙏🙏🙏
Lain Kali Kita Lanjutkan Tulisannya
Mari Kita Sarapan Duluuu...
Biar Bisa Tidur Nyenyak Malam ini...
Jangan Lupa "Malam_Jum'at" jangan begadang
😂😂😂😎😎😎😎

Muh. Said Rasyid,ST. : Petani Harus Di Sejahterakan Agar Indonesia Bisa Lebih Sejahtera

By On October 15, 2018

Panen Raya Padi Berkualitas Oleh Petani Luwu

KAREBADESA.ID - Luwu, Panen raya pertanian padi kali ini untuk beberapa wilayah di kabupaten Luwu terbilang sangat memuaskan hasilnya mengingat cuaca musim yang menguntungkan para petani. 

"Walaupun dipanen lalu bisa dikatakan bahwa petani kita mengalami kerugian besar akibat hama dan cuaca yang tidak bersahabat ditambah tengkulak yang merajalela tapi pada panen ini diharapkan Kabupaten Luwu dapat menjadi penyokong ketahanan pangan Sulawesi Selatan sehingga pemerintah pusat dapat meniadakan impor beras dan Petani Luwu dapat berswasembada beras di tahun akan datang dengan begitu harga gabah bisa maksimal dan petani bisa lebih sejahtera" ungkap TA Pelayanan Sosial Dasar P3MD Muh. Said Rasyid, ST

Beras Luwu dapat bersaing kualitas dengan beras dari daerah lain, bahkan Luwu Raya bisa dipastikan sebagai salah satu wilayah penghasil beras terbesar di Indonesia Timur yang menjadi penyuplai beras dibeberapa kabupaten di Sulawesi olehnya itu Petani Desa disemua daerah harus disejahterakan agar Indonesia bisa lebih sejahtera" Tambah Said Rasyid, yang juga tokoh muda Luwu Raya yang lebih akrab disapa "Saras".

Opini - Perlukah Desa Dengan Perbub dan Perda Kewenangan Desa

By On October 08, 2018


KAREBADESA.ID - Kewenangan Desa yang tertuang dalam Undang-Undang Desa Nomor 6 Tahun 2014 pada Bab IV Kewenangan Desa ditindaklanjuti oleh Kementrian Desa melalui Peraturan Menteri Desa (Permendesa Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Kewenangan Desa) yang kemudian mungkin dianggap masih kurang taring lahir pula Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri Nomor 44 Tahun 2016 Tentang Kewenangan Desa), bahkan pada  pasal   7   Permendagri   no   44   tahun   2016   tentang   Kewenangan   Desa, Bupati/Walikota diperintahkan untuk membuat kajian yang mengidentifikasi dan menginventarisasi  kewenangan  desa  berdasarkan  hak  asal  usul  dan  kewenangan  lokal berskala Desa dengan melibatkan desa.

Tapi sekarang sudah Tahun Ke-5 Undang-Undang Desa Lahir bagaimana kabar Perbub dan Perda Kewenangan Desa...???

Desa Membangun atau Membangun Desa
Hampir sering kita mendengar kata itu beberapa tahun terakhir ini karena adanya Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (P3MD) yang menggelontorkan Dana Desa dari pinjaman dunia yang tidak sedikit.

Kembali lagi pada "Kewenangan Desa" yang diamanahkan lewat UU DESA NO.6 hanya akan menjadi bahan bacaan ditingkatan masyarakat desa dan tidak akan mewujudkan Kesejahteraan Desa yang utuh dengan Slogan "DESA MEMBANGUN" jika desa dan masyarakatnya hanya diikat dan dimewahkan dengan BANTUAN PROGRAM DANA DESA ataupun apalah nantinya namanya jika sepanjang PERBUB/PERDA Kewenangan Desa tidak lahir sebagai acuan untuk Desa bisa benar-benar merdeka dalam mengelola Sumber Kekayaan Alamnya...

Jika menurut saya bahwa Keberhasilan sebuah Desa bukan dilihat dari seberapa besar Bantuan yang masuk ke desa untuk digunakan Sejahterakan Masyarakat tapi Seberapa besar Kewenangan Desa dalam mengelola dan mengembangkan potensi desa untuk mensejahterkan masyarakat.

Desa dan Masyarakatnya memang membutuhkan Bantuan untuk menjadi dalah satu bahan pondasi memulai pengelolaan Potensinya tapi sampai kapan Desa dan Masyarakatnya akan diikat dan dimanjakan dengan PINJAMAN UTANG jika tidak didukung secara Utuh, Full, dan Total Memaksa dan Mendesak Pemda baik Eksekutif maupun Legislatif sesegera melahirkan PERBUB dan PERDA Kewenangan Desa.

Lamasi, 09.10.18
AM_3103

Catatan Singkat Tentang Berkah Dana Desa

By On November 30, 2017

#BerkahDanaDesa

Kita Akan Merasa Lebih Baik
Ketika Semua Orang Yang Membenci Merasakan Manfaat Atas Ketulusan Kita Memberi Sedikit Benih Kebaikan...
Bayaran Termahal Hanya Rasa Terima Kasih Yang Terlontar Dari Hati Yang Tulus...

Berkaca dari proses seorang sahabat sekelas PD Lamasi Sebut saja Papi tetap dengan bahasa santainya yang penting ada kopi menjadi inspirasi bersama bahwa memberi tak mesti harus mengharap balasan yang sama..

Bahkan semua kawan2 PLD/PD P3MD Luwu yang tetap solid dengan Prinsip bahwa pemberdayaan tidak hanya sekedar bicara materi tapi hasil dari proses itu yang diharapkan bisa bermanfaat...

Kalau mau berhitung Angka, Bicara Pendapatan/Upah Masih Jauh dari Harapan berbeda dengan apa yang selalu difikirkan banyak orang bahwa Dana Besar dikawal masa tidak sebanding, Panas, Hujan, dsblah... hehehehe kadang mau juga tertawa sendiri tapi bukan berarti itu menjadi alasan untuk memberi yang terbaik...

Orang boleh mengusik tapi bukan berarti itu yang melemahkan kita dalam berbuat, lakukan saja sepanjang bernilai positif toh yang menikmati hasilnya bukan kita tapi masyarakat desa sendiri...

Dulu yahhh ada banyak dinamika dalam awal-awal proses namun pelan tapi pasti bahwa semua itu hanyalah cerita dongeng toh pada kenyataannya hanya kita sajalah yang kadang terlalu egois pada pribadi kita sehingga kita merasa bahwa semua orang salah dengan mengabaikan sejuta kebaikan apapun caranya sepanjang tidak melanggar aturan Tuhan...

Dana Desa menjadi sorotan sejuta orang, lembaga, media, instansi pengawasan terkait dan sebagainya, tapi pada kenyataannya hampir 3 tahun bergulir kenapa baru sekarang seolah ingin mengobrak dengan BAHASA TRANSPARANSI...

Dana Dari luar Dana Desa (DD) tidak pernah disoroti, diawasi secara ketat dituntut TRANSPARANSInya.
Malahan masih banyak proyek-proyek yang masuk ke desa tidak ada balihonya,papan informasinya, RAB, Gambarnya tidak diketahui desa dan kecamatan tapi tetap berjalan yang anggarannya ratusan juta juga, dari uang rakyat juga, uang pinjaman dari luar juga, dari PAD lohhh kok seolah datang mau bicara aturan...

Lucu juga namun bukan berarti ini menjadi alasan agar tidak ada pengawasan dilakukan kepada pemerintah desa yahhh silahkan saja sepanjang sesuai dengan aturan yang berlaku sesuai tupoksinya.
Memang kita tidak bisa memungkiri kalau masih ada oknum tertentu didesa yang mau mencari keuntungan pribadi tapi silahkan saja karena itu haknya kami sebagai rekan kerja tidak memiliki kapasitas untuk melarang selain menghimbau karena itu adalah jalan NINJA kami (copas tulisan kata-kata dalam film NARUTO)

Indonesia ini Negara yang besar bukan cuman satu desa/distrik/lembang tapi ribuan yang semuanya bicara butuh perhatian pusat, provinsi, kabupaten namun hanya sebagian yang berjalan maksimal. Salah satu terobosan hebat yang dilakukan seorang walikota Surabaya yang memangkas proses pengurusan KTP/KK yang terlalu banyak pos-pos yang justru membuat proses tidak efektif menjadi sebuah hal yang patut ditiru dalam proses dana desa ini terlalu banyak aturan tapi selalu terlambat datang, mana dana yang lambat ditransper sementara aturan yang dibuat memaksa desa untuk berbuat tak jujur. Belum lagi aturan ditingkat kabupaten untuk menjabarkan lebih rinci aturan2 yang datang lambat dari pusat tidak kelar2 juga, entah apakah posnya ada yang mesti dipangkas ataukah SDM dari atas sampai kebawah yang perlu dibenahi.

Hampir 3 tahun dana desa sudah banyak yang terfasilitasi, terbenahi, SDM desa berbenah dengan kemampuan yang ada didampingi kawan-kawan penggiat desa yang masih setia mendampingi tetap berusaha menafsirkan aturan yang datang sehingga proses bisa tetap berjalan maksimal toh kalaupun masih ada kekeliruan didalamnya biarlah BPK yang mengaudit kerugian negara.

Saya tidak bicara UU Desa pasal perpasal, tidak juga bicara permen dan sejenisnya tapi saya mau bilang jika pusat betul serius membangun INDONESIA dari DESA seharusnya ada penegasan dan penekanan kepada provinsi dan kabupaten untuk melahirkan PERDA KEWENANGAN DESA dengan begitu tidak ada lagi yang merasa terabaikan, mau merdeka, dll...

Jatah PAD Kabupaten untuk Desa maksimalkan 10% atau tambah lagi kalau tidak ada peningkatan pertumbuhan perekonomian dan kesejahteraa Desa berarti perlu ada RUQYAH di Desa itu.

Tulisan ini tidak ada niat untuk menyinggung atau apalah namanya namun hanya sekedar menulis uraian yang terputus-putus...

Salam Hormat
To'  Pongo 01.12.2017
AM3103

Opini : AWAS, PENETRASI GURITA KORUPSI DANA DESA

By On October 04, 2017


KAREBADESA.ID - Dana Desa yang bersumber dari APBN merupakan salah satu poin penting lahirnya Undang-Undang Desa Nomor 6 tahun 2014 Tentang Desa. Dana desa merupakan bentuk nyata perhatian negara terhadap keberadaan desa karena dengan Dana desa maka pengakuan akan hak asal usul (Rekognisi) dan kewenangan lokal berskala desa (Subsidiaritas) sudah dapat dilihat dan dirasakan oleh masyarakat. Penyaluran dana desa oleh Pemerintah Pusat ke Desa sudah berlangsung selama 3 tahun. Tahun 2015 jumlah dana desa Rp 20,76 Trilliun, tahun 2016 Rp 46,98 Trilliun dan tahun 2017 Rp 60 Trilliun untuk jumlah desa 74.954,dengan prioritas penggunaan untuk kegiatan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat berskala lokal secara swakelola. 

Mencermati pemberitaan pengelolaan dana desa yang lagi marak dimedia terkait kasus korupsi yang dilakukan oleh oknum aparat desa membuat kita terhenyak bahwa gurita korupsi telah melakukan penetrasi di ranah desa. Hal yang patut disayangkan bahwa sebagian besar pelaku adalah oknum Kepala Desa yang notabene adalah orang-orang pilihan masyarakat dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan desa yang memiliki peran dan fungsi sebagai penanggung jawab dalam pengelolaan dan pelaksanaan dana desa. Gurita korupsi dengan tentakelnya telah melakukan penetrasi hampir disetiap lini bidang sasaran pengelolaan dana desa.

Dalam ranah Sulawesi Selatan, beberapa kasus korupsi dana desa mencuat ke permukaan dalam beberapa waktu terakhir ini. Dari data penyelewengan dana desa sepanjang tahun 2016-2017 di sumber Media OnLine Makassar, terdapat 110 kasus korupsi dana desa dengan pelaku sebagian besar adalah Kepala Desa. Kasus yang terjadi Desa Komba Kecamatan Larompong Kabupaten Luwu misalnya, dimana mantan Kepala Desa dijadikan tersangka tindak pidana korupsi penyalahgunaan Dana Desa (DD) T.A. 2016 sebesar kurang lebih Rp 289 juta atas pemalsuan dokumen keuangan desa. Penyalahgunaan dana desa juga terjadi di Desa Taraweang Kecamatan Labakkang Kabupaten Pangkep dengan kerugian negara sebesar Rp 154 juta. Tersangka adalah Kepala Desa aktif Taraweang yang melakukan penyelewengan terhadap penggunaan dana desa di bidang pemberdayaan desa dan pembangunan fisik di antaranya pembangunan drainase, jembatan kayu, sumur bor dan paving blok.

Berbicara tentang korupsi, maka perlu diketahui pengertian korupsi dari perspektif payung hukum, yaitu menurut Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah “setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara ....”. Dengan demikian, korupsi terkait dengan (1) hal yang menguntungkan diri sendiri/orang lain/organisasi (2) penyalahgunaan kewenangan karena jabatan/kedudukan; dan (3) terjadi hal yang merugikan keuangan negara.

Orang yang sangat rentan untuk melakukan korupsi biasanya orang-orang yang sangat dekat atau terlibat langsung dalam pengelolaan kegiatan yang melibatkan sejumlah dana yang cukup besar. Dari beberapa kasus korupsi DD/ADD yang terjadi di Indonesia khususnya di Sul-Sel terlihat bahwa yang berpotensi besar sebagai pelaku tindak korupsi adalah para kepala desa dan aparat desa karena mereka memilik akses langsung dalam pengelolaan dana. Sebagaimana disebutkan di Permendagri nomor 113 Tahun 2014 tentang pengelolaan keuangan desa pasal 3 disebutkan bahwa Kepala desa adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa dan mewakili pemerintah desa dalam kepemilikan kekayaan milik desa yang dipisahkan. 

Seorang peneliti dari Amerika bernama Albercht yang melakukan penelitian tentang karakteristik pelaku tindak korupsi menemukan fakta bahwa pelaku tindak korupsi adalah orang yang terdidik, sedikit memiliki catatan kriminal, kejiwaan yang lebih sehat, lebih optimis, memiliki motivasi dan keluarga yang harmonis serta jarang mengunakan alkohol dan obat terlarang (Suradi, 2006 :8). Dari kasus-kasus korupsi yang terjadi dalam pengelolaan dana desa, ada beberapa modus operandi yang dilakukan menurut TRIBUNWAJO.com, yaitu 
(1) Membuat RAB (Rancangan Anggaran Biaya) di atas harga pasar kemudian membayarkan berdasarkan kesepakatan yang lain; 
(2) Kepala Desa mempertanggung jawabkan pembiayaaan bangunan fisik dana desa padahal bersumber dari sumber lain; 
(3) Meminjam sementara dana desa dengan memindahkan dana ke rekening pribadi kemudian tidak dikembalikan; 
(4) Pemotongan dana desa oleh oknum pelaku 
(5) Membuat perjalanan dinas fiktif dengan cara memalsukan tiket penginapan/perjalanan; 
(6) Mark Up pembayaran honorarium perangkat desa; 
(7) Pembayaran ATK tidak sesuai dengan real cost dengan cara pemalsuan bukti pembayaran; 
(8) Memungut pajak, namun hasil pungutan pajak tidak disetorkan ke kantor pajak; dan.
(9) Melakukan pembelian inventaris kantor dengan dana desa namun diperuntukkan secara pribadi.

Lalu bagaimana mengenali gejala-gejala terjadinya korupsi? Menurut Suradi (2006) dalam bukunya “Korupsi Dalam Sektor Pemerintah dan Swasta“ mengungkapakan 6 gejala terjadinya korupsi, yaitu 
(1) Penyimpangan akuntansi, yaitu penyimpangan akuntansi yang lazim dijumpai berupa ketidakteraturan sumber dokumen, kegagalan ayat jurnal, ketidakakuratan buku besar; 
(2) Lemahnya pengendalian internal, yaitu pengendalian yang terdiri dari lingkungan pengendalian, sistem akuntansi dan prosedur pengendalian; 
(3) Analisis terhadap penyimpangan, adalah prosedur yang mencakup transaksi atau peristiwa yang terjadi pada waktu atau tempat yang aneh yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak biasanya melaksanakan tugas tersebut atau mencakup prosedur, kebijakan atau pelaksanaan yang tidak lazim serta analisis terhadap transaksi yang nilainya terlalu besar atau terlalu kecil; 
(4) Gaya hidup mewah, yaitu perubahan gaya hidup pelaku korupsi yang jauh melebihi dari hasil yang dapat mereka peroleh; 
(5) Adanya pengaduan yang mengindikasikan terjadinya kecurangan, namun masih perlu dikaji kebenarannya secara intensif; dan 
 (6) Perilaku yang tidak wajar, yaitu ketika seseorang terlibat dalam tindak kejahatan, terutama bagi mereka yang melakukan untuk pertama kali, maka mereka akan dihinggapi perasaan takut dan bersalah, emosinya akan mengekspresikan tentang dirinya sendiri dalam perilaku yang tidak wajar dan akhirnya menjadi stress.

Berkaca dari beberapa fenomena tersebut, marilah kita senantiasa untuk waspada terhadap bahaya korupsi, karena bila kita tidak waspada maka akan memberikan peluang bagi sang gurita koruptor dengan leluasa untuk melakukan penetrasi dan menggerogoti dana desa yang sejatinya ditujukan untuk pembangunan desa demi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dengan semangat luhur bekerja untuk kemajuan bangsa dan negara, marilah kita budayakan rasa malu untuk melakukan korupsi dan dengan suara lantang mari kita bersuara “Katakan tidak untuk korupsi!”. Lakukan revolusi nurani dan tanamkan budaya “Berani Jujur HEBAT”.

Zulkarnain Pattalolo, S.TP
(Pendamping Desa P3MD Kab. Jeneponto Sul-Sel)

Opini "Regulasi Desa dan SDM Desa"

By On September 09, 2017


Pandangan saya tentang regulasi yang lahir adalah seharusnya pemerintah kabupaten membuat pemetaan wilayah yang masih rendah SDM, dll. Kemudian kategori wilayah yang masih rendah penyerapan dan pemahaman pelaksanaan regulasinya karena tidak semua DESA dikabupaten itu kualitas SDMnya sama, kondisi masyarakat, dan lingkungan sama, tingkat pemahamannya, belum lagi kualitas aparat desa dan BPD.

Kenapa harus dilakukan pemetaan harapannya dengan dilakukan hal tersebut kita bisa duduk bersama apa strategi yang bisa dilakukan untuk mencapai target2 percepatan pencapaian kemandirian Desa sesuai amanah UU Desa No 6 Tahun 2014 dan UUD 45.

Jika begitu ada regulasi dari pusat langsung dengan serta merta diturunkan kepada desa tanpa pendampingan yang cukup, pembekalan SDM, sekedar menyodorkan saja lalu tiba-tiba permintaan data dari pusat kita juga grasah grusuh yahhh jangan salahkan jika masih ada sebagian desa tidak paham dan terkesan sulap data karena memang terjadi KETERBATASAN SDM, lalu muncul juga pandangan dan permintaan tentang TRANSPARANSI tapi tidak ada juga penekanan dan sanksi tegas dari pemerintah kabupaten bila tidak transparansi belum lagi desa tidak di ajarkan batasan transparansi yang dimaksudkan.

Tapi biar hebat bagaimana kita memikirkan berargumen tentang KEMANDIRIAN DESA bacakan REGULASI baik itu UU Desa, Permendesa, Permendagri, dll kalau cuman segelintir orang yang bersuara tidak didukung oleh kelompok elit, penguasa, dan masyarakat itu sendiri tidak ikut berpartisipasi saya kira akan berat mewujudkannya.

Sudah hampir 3 tahun UU Desa, Permendagri, Permendesa ada tapi coba kita jalan2 ke desa cari BUKU atau PRINT OUT UU Desa saja bisa dipastikan hanya segelintir DESA yang punya mau tahu kenapa itu karena kalau TIM Pemeriksa turun ke Desa bukan itu yang pertama dicari.

Tulisan ini hanya sekedar sharing pemikira anak desa saja toh kalau bermanfaat biar itu jadi Nilai ibadah buat pembaca saja dengan harapan bisa terketuk hati kembali ke desa bercerita tentang pengalamannya selama diluar desanya.

Lamasi, 09.09.17
A_M3103

Contact Form

Name

Email *

Message *